Dampak Pembangunan Pelabuhan Khusus Tongkang Batubara
KLIKKALIMANTAN.COM – Lebih setengah, dari total luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) merupakan kawasan pesisir. Tercatat, dari total luas 37.288 kilometer per segi, 67 persennya merupakan kawasan pesisir yang tersebar di lima kabupaten; Banjar, Tanah Laut, Tanah Bumbu, Kotabaru, dan Barito Kuala (Batola).
Kendati begitu, ditakar dari persentase total kawasan pesisir yang dimiliki, Kalsel minim kawasan hutan mangrove. Berdasarkan data pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalsel, luas hutan mangrove di Kalsel 106.967 hektare. Dari jumlah itu, 27.749 hektare kritis tanpa ekosistem mangrove.
Menurut Supriadi, Pelaksana Pengelola Ruang Laut Bagian Konservasi pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalsel, dari lima kabupaten berpesisir tersebut, kerusakan terparah ekosistem mangrove ada Kabupaten Kotabaru dan Tanah Bumbu.
Masif aktifitas penambangan batubara di dua kabupaten tersebut, diakuinya, penyebab utama rusaknya ekosistem mangrove. Pembangunan pelabuhan khusus tempat bersadar tongkang pengangkut batubara, telah banyak membabat pohon mangrove di sana.
Lebih memprihatinkan, menurut Grace A Mangalik, Kepala Seksi (Kasi) Konservasi Ekosistem Laut pada Bidang Pengelolaan Ruang Laut, kepedulian pihak perusahaan akan pentingnya ekosistem mangrove di kawasan pesisir minim.
Pembangunan pelabuhan khusus oleh perusahaan tambang penyebab utama rusaknya ekosistem mangrove di Kalsel diamini Nursalam, Dosen yang juga menjabat Sekretaris Jurusan Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
Menurutnya, sejak pertambangan ramai di Kalsel, pelabuhan khusus wadah bersandar tongkang juga banyak dibuat. Dampaknya, banyak membabat ekosistem mangrove, lebih banyak dibanding pembabatan hutan mangrove yang dilakukan masyarakat.
Belum adanya regulasi dalam bentuk peraturan daerah (perda) yang mengatur kawasan mangrove, ujar Nursalam, penyebab lain pembangunan pelabuhan khusus tak dapat dikendalikan. (to/klik)