Klikkalimantan.com, MARTAPURA – Sejumlah alumni SMAN 1 Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, mengeluhkan sulitnya untuk mendapatkan ijazah setelah lulus sekolah. Karena untuk bisa mendapatkan dokumen tanda bukti kelulusan tersebut mereka harus terlebih dahulu melunasi uang komite.
Sebut saja Pak Anang, warga Desa Sungai Asam, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, mengeluhkan kondisi anaknya yang sempat tidak bisa mengambil ijazah SMAN 1 Karang Intan. Karena untuk bisa mengambil dokumen tersebut harus melunasi uang komite sebesar Rp2.200.000.
“Dengan kondisi perekonomian kami, uang Rp2.200.000 itu sangat besar. Jelas saya tidak sanggup untuk membayarnya. Karena itulah anak saya sempat kebingungan, karena sekolah sudah lulus tapi tidak bisa menggunakan kelulusan itu untuk mencari pekerjaan,” ujar Pak Anang kepada Klikalimantan.com, Kamis 31 Agustus 2023.
Diluar dugaan, Ketua Komite SMAN 1 Karang Intan, Kecamatan Karang Intan, Warhami mengaku tak tahu ada penahanan ijazah beberapa alumni karena tidak bisa melunasi uang komite.
“Saya tidak tahu, dan memang saya Ketua Komite di SMAN 1 Karang Intan. Jika ada siswa yang tidak dapat membayar infak, mestinya mereka mendatangi saya untuk diselesaikan,” ujarnya sebelum rapat paripurna digelar pada, Kamis (31/8/2023).
Politisi NasDem Kabupaten Banjar ini juga mengaku, hingga saat ini pihak sekolah masih belum ada pemberitahuan terkait adanya penahanan ijazah terhadap siswa yang tidak membayar infak.
“Secara aturan tidak boleh menahan ijazah anak yang tidak membayar infak tersebut. Karena itu, terkait informasi ini akan segera saya konfirmasi ke pihak sekolah,” janjinya.
Tak hanya itu, anggota Komisi III DPRD Kabupaten Banjar ini memastikan, terkait iuran berupa infak tersebut sebelumnya sudah mendapat kesempatan dari seluruh orang tua murid.
“Memang, rencananya infak ini sebesar Rp700.000. Tapi, setelah direalisasikan hanya sebesar Rp300.000 atau menyesuaikan dengan kemampuan mereka. Ditambah, pembayaran infak ini tidak mesti saban bulan dilakukan. Buktinya setelah direalisasikan, diakhir tahun infak yang diberikan anak-anak sekolah hanya sekitar 60 persen,” jelasnya.
Anggota DPRD dari Daerah Pemilihan (Dapil) II ini memastikan, infak yang diberikan para siswa tersebut ditentukan guna menunjang kegiatan belajar para siswa-siswi, dan tidak ada unsur paksaan.
“Secara umum, orang tua pasti menyadari bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama, tidak hanya pemerintah. Untuk mewujudkan sekolah yang berprestasi dari berbagai sisi, tentunya membutuhkan kesadaran orang tua. Karena sekolah ini merupakan rumah kedua bagi para anak-anak didik kita. Artinya, semua fasilitas yang diberikan di sekolah seperti yang ada di rumah mereka,” pungkasnya.(Zai/klik)