Jelang Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), pertanda perjuangan Hamzah mengais rezeki di tanah Borneo mendekati puncaknya.
Oleh: Zainuddin
Di tengah sulitnya bersaing mencari lapangan pekerjaan, Hamzah, pria asal Garut, Provinsi Jawa Barat, tetap kukuh berjuang agar terbebas dari nasib pengangguran. Menjual bendera merah putih musiman saban jelang perayaan tujuh belasan dilakoni bapak dua anak ini.
Kalimantan, sebuah nama daerah yang pertama kali didengar Hamzah dari mulut seorang teman yang pertama kali mengajak dirinya untuk beralih profesi, dari berdagang siomai keliling menjadi pedagang bendera musiman di daerah perantauan.
“Sebelumnya saya jualan siomai di Jawa Timur. Karena ada ajakan teman untuk berjualan bendera yang katanya untungnya lumayan banyak, akhirnya saya mau,” ujarnya sembari menata barang dagangannya, Selasa kemarin.
Tujuh tahun berlalu, tepatnya pada peringatan HUT ke-79 Kemerdekaan RI, pria berusia sekitar 35 tahun tersebut tetap semangat menggelar lapaknya di depan sebuah kios yang nampak terbengkalai disamping ruas Jalan Ahmad Yani Km39, Kecamatan Martapura. Meski tak jarang berpindah tempat berjualan dan tempat tinggal.
Di bawah teriknya sinar matahari, pria yang masih kental berbicara dengan logat Sunda tetap semangat menanti kedatang pembeli. Meski kadang menampilkan raut muka yang nampak kelelahan, sembari menatap bendera Merah Putih yang sedikit berkibar akibat hembusan angin.
Mengenakan kaos oblong abu-abu dan celana panjang warna kecoklatan, Hamzah terus berupaya mendesain teras kios kosong dengan pernak-pernik miniatur bendera merah putih berbahan plastik yang terhubung dengan ikatan seutas tali, serta bendera merah putih berbahan kain yang membentang guna menarik minat pembeli.
“HUT ke-79 Kemerdekaan RI ini harus dijadikan sebagai momen agar senantiasa bersyukur. Artinya merdeka dari keterpurukan, bangkit sebagai orang yang meraih kemerdekaan itu sendiri. Yang terpenting jangan malu,” katanya.
Lama dinanti tak kunjung datang pembeli, Hamzah tetap bersabar dan tidak terlihat menggerutu. Bahkan momen tersebut dijadikannya sebagai waktu senggang untuk beristirahat di atas lapaknya yang hanya beralaskan spanduk dengan panjang kurang lebih dua meter dan lebar sekitar satu meter sembari menenggak sebotol air mineral.
“Kalau saat berjualan, kadang saya bawa bekal sendiri atau membeli nasi bungkus tak jauh dari sini kan banyak warung makanan. Kalau saya ingin makan saat pulang ke kos, tentu dagangan saya harus ada yang laku terlebih dahulu,” ucap Hamzah yang mengaku sudah selama satu bulan tinggal di kos berukuran 2X3 M di wilayah Kecamatan Martapura.
Dalam perantauannya, Hamzah tentunya harus banyak bersabar bahkan berkorban. Karena terpisah dengan anak istri serta orangtuanya. Bahkan, kerab meneteskan air mata ketika kerinduan ingin bertemu hanya dapat dicurahkan melalui via telepon.
Hal tersebut dilakukan demi mewujudkan mimpinya agar memiliki tempat tinggal yang layak untuk keluarga kecilnya. “Jika uangnya terkumpul, banyak sesuatu yang ingin saya beli untuk dibawa pulang buat keluarga. Syukur-syukur kalau uang untuk rehab rumah terkumpul. Yang jelas pada 16 Agustus nanti saya akan pulang, karena Alhamdulillah sudah balik modal, sekitar Rp18 Juta,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Semangat Hamzah tiba-tiba bangkit, dan bersemangat menyusun tumpukan pernak-pernik bendera merah putih yang masih terbungkus dalam plastik ketika ada pengunjung yang datang dengan niat membeli, meski tak jarang pulang pengunjung tak jadi membeli barang dagangannya.
“Keuntungan yang didapat dari hasil penjualan bendera merah putih ini bervariasi saban harinya, yakni sekitar Rp2 Juta, bahkan kalau ramai pembeli bisa mencapai Rp3 Juta. Begitu juga harga bendera yang saya jual bervariatif sesuai jenis bahan dan ukurannya, mulai dari seharga Rp30.000 sampai Rp300.000,” tuturnya.
Meski banyak mendapatkan keuntungan dari penjualan pernak-pernik bendera merah putih tersebut. Namun keuntungan harus dibagi dua dengan pemilik barang dagangannya. “Bersyukur aja dengan keadaan sekarang. Malahan saya bisa mengirim uang ke orang tua dan istri serta anak saya di rumah. Intinya, jangan lupa bersyukur,” ungkapnya. (klikkalimantan.com)