Pemancing Jadi Tumbal Lubang Bekas Tambang, Walhi Kalsel Tuntut PD Baramarta Tanggung Jawab

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Kisworo Dwi Cahyono, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Selatan. (foto: net/klik)

klikkalimantan.com – Lubang bekas tambang batubara di Desa Rantau Nangka, Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan meminta tumbal. Kasyful Anwar, Warga Desa Pamutik, kecamatan setempat tewas tenggelam saat memacing, Jumat (12/6/2020). Mayat pria 40 tahun ini baru ditemukan dua hari setelahnya oleh tim gabungan Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Kabupaten Banjar, Emergency Banjar Response (EBR), Basarnas Banjarmasin, dan relawan dari Kabupaten Tapin.

Insiden tewasnya Kasyful Anwar di lubang bekas tambang mendapat perhatian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalimantan Selatan (Walhi) Kalimantan Selatan. Berdasarkan pemeriksaan Walhi, korban tenggelam di lahan konsesi Perjanjian Karya Pengusahaan Batubara (PKP2B) milik Perusahaan Daerah (PD) Baramarta, BUMD milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjar yang digarap PT Madhani Talatah Nusantara berstatus operasi produksi.

“Kami telusuri berdasarkan peta izin tambang di wilayah Kalsel,” ujar Kisworo Dwi Cahyono, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/6/2020).

Tak hanya itu, kata Cak Kis, sapaan akrabnya, dari peta citra satelit Google Earth tahun 2018, Walhi menemukan genangan air asam tambang seluas 20 hektare dari lubang dengan panjang 963 meter dan keliling 2.243 meter. “Terpantau pada citra lubang tambang ini memang sudah ditinggalkan tanpa ditutup,” tuturnya.

Dua memastikan, PD Baramarta masih terlihat beroperasi di wilayah tersebut pada 2009 hingga beberapa tahun berikutnya, dan saat itu luas lahan terbuka milik PD Baramarta seluas 104 Hektare dan genangan air asam tambang seluas 5,25 Hektare di lubang sepanjang 688 meter.

“2012 sudah terlihat dilakukan reklamasi pada bukan tambang. Namun, tidak pada lubang-lubang tambang, lubang tambang masih saja menganga,” ucapnya.

Walhi juga mendapati, lubang tambang PD Baramarta yang berhimpitan dengan sungai, bahkan hampir menyatu di beberapa sisinya. “Hal ini jelas bertentangan dengan regulasi yang mengatur perlindungan sempadan sungai. Misalnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai,” jelasnya.

BACA JUGA :
Fraksi Golkar Belum Tentukan Pengganti Wakil Ketua

Sedangkan berdasarkan PP, sempadan sungai paling sedikit 50 meter kekiri dan kanan untuk sungai kecil, dan sungai besar sampai 500 meter. “Sempadan sungai yang fungsinya untuk konservasi tidak seharusnya juga ditambang,” tegasnya.

Bahkan, berdasarkan PP nomor 78/2010 tentang Reklamasi Pasca Tambang, perusahaan tambang seharusnya menutup lubang tambang setelah melakukan pengerukan. “Namun, adanya kubangan air asam tambang sepanjang hampir satu kilometer di konsesi Baramarta ini menunjukkan bahwa tindakan reklamasi tidak dilakukan sepenuhnya sehingga memakan korban,” bebernya.

Dikatakan Cak Kis, Walhi pun menuntut PD Baramarta untuk bertanggung jawab atas korban yang tewas tenggelam di lubang bekas galian tambang batu bara milik PD Baramarta. “Pemerintah daerah kabupaten Banjar harus mengutamakan keselamatan rakyat dengan mematuhi peraturan yang berlaku,” sebutnya.

Dikonfirmasi sejumlah awak media, Selasa (16/6/2020) di kantor PD Baramarta, Komplek Pangeran Antasari (Kompas) Martapura, Slamet Santoso, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Operasional menilai hal iti merupakan sebuah musibah. Mengingat, pihaknya sudah memberikan rambu-rambu larangan berkegiatan di area bekas penambangan guna mencegah terjadinya insiden yang tak diinginkan.

“Itukan musibah, karena disana sudah ada tulisan larangan. Kalau ada yang tetap memasuki area tersebutlah keliru. Jadi, yang salah siapa?,” ujar Slamet didampingi Kepala Teknik Tambang, A Sugianor dan Kabag K3LH PD Baramarta, Yudi Muzayin.

Slamet pun mengakui, PD Baramarta tidak bisa mencegah masyarakat yang tetap berkegiatan di area galian bekas penambangan. Mengingat, selain plang peringatan sudah terpasang, pihaknya pun sudah kerap kali menegur untuk tidak berkegiatan dilokasi tersebut.

“Jadi, murni musibah. Kita pun merasa prihatin atas kejadian tersebut, dan tim dilapangan pun sudah mengunjungi rumah korban. Selanjutnya, entah ada bantuan atau seperti apa? Kita lihat saja nanti,” tuturnya.

BACA JUGA :
GTPP: Mestinya Penangan Covid-19 Tetap Ketat dan Fokus

Slamet pun menjelaskan, area tambang tersebut bekas garapan PT Madhani Talatah Nusantara selaku kontraktor PD Baramarta, dan sudah sekitar 13 tahun lamanya tidak lagi ditambang.

“Kalau tidak salah di 2007 yang terakhir kalinya. Kalau bicara batu bara memang masih tanggungjawab kami (PD Baramarta), sedangkan lahannya sudah kembali kepada masyarakat selaku pemilik awal. Artinya kami sudah melakukan reklamasi dan sudah dicairkan ganti ruginya, masyarakat silakan mengaturnya. Tapi kalau nanti saat pelepasan masih ada yang tidak bagus, paling nanti disuruh menanami pohon lagi,” papar Slamet.

Ia pun membeberkan, izin tambang PD Baramarta hingga 2030 mendatang. Kendati kegiatan penambangan pungkas, namun tidak bisa serta merta diserahkan ke pemerintah sebelum habis masa izin tambang.

“Ada beberapa wilayah tambang Baramarta yakni, di selatan, tengah, dan utara. Yang kejadian semalam di selatan paling bawah, dan masih aktif itu di utara. Jadi kita tidak bisa menyerahkan separuh-separuh karena kan izinnya itu satu kesatuan,” akunya.

Slamet pun menuding, kerusakan pada bekas tambang yang mereka garap dilakukan penambang liar, dan sudah beberapa kali melakukan peneguran terhadap penambang ilegal hingga melaporkan ke instansi terkait.

“Tapi mereka terkesan ngeyel. Setelah ditegur, beberapa waktu kemudian mereka balik melakukan lagi aktivitas penambangan. Alasan mereka bahwa tanah itu milik mereka sehingga kami pun tidak dapat berbuat banyak, terkecuali hanya menegur dan melaporkannya ke instansi terkait,” ungkapnya.

Tak hanya sampai disitu, lanjut Slamet menjelaskan, sepengetahuannya instansi terkait pun sudah sering menyambangi penambang liar tersebut setelah mendapatkan laporan ada aktivitas penambang liar.

“Terlebih saat ini produksi batubara PD Baramarta dalam posisi cooling down. Namanya masyarakat, pasti beberapa bulan kemudian kembali melakukan penggalian dan berulang-ulang kali,”

BACA JUGA :
Pekan Depan, Semua Sekolah di Bawah Naungan Disdik Banjar Gelar PTM

Akibatnya, berdampak terhadap aliran sungai ke danau bekas penambangan. Mengingat, pihaknya sudah memberi batas antara galian tambang dengan sungai sekitar 100 meter.

“Kami tidak mengganggu sama sekali batasan 100 meter ini. Ketika ada kerusakan di situ kita tidak bisa melakukan reklamasi karena jauh 13 tahun lalu kita start reklamasi,” tegasnya.

Turut serta menambahkan, Kabag K3LH PD Baramarta, Yudi Muzayin pun menampik tudingan Walhi Kalsel yang menyatakan Kabupaten Banjar urutan ketiga paling banyak lubang tambang dan tidak melakukan reklamasi.

“Kalau kita disebut tidak mereklamasi itu tidak benar. Tapi, karena ada aktivitas penambang liar yang mengganggu lahan tersebut. Jadi, kita hanya melakukan reklamasi lahan yang kita ganggu dan sudah kita ganti rugi. Jadi reklamasi kami sesuai yang ada di Amdal (Analisis dampak lingkungan),” jelas Muzayin yang mengatakan area penambangan dalam konsesi hanya terdapat sekitar lima lubang yang belum ditutup karena masih aktif dieksploitasi. (zai/klik)

Berita Terbaru

Scroll to Top