Mencari Keadilan di Pengadilan
Nilai penggantian tak sepadan, menjadi alasan utama penolakan harga yang ditetapkan pemerintah untuk pengadaan tanah pembangunan jalan akses menuju Bandara Syamsuddin Noor.
Namun, dari sebagian warga yang menolak penggantian, Isratul Ikhsan memilih jalan pengadilan. “Saya bisa memahami keengganan warga lain yang menolak, pengadilan seperti momok menakutkan. Berperkara, dianggap sama halnya membuang waktu dan biaya,” katanya saat dihubungi Klik Kalimantan usai melengkapi berkas gugatan.
Kekhawatiran itu, ujar Ikhsan, mengental usai penetapan sepihak panitia pengadaan tanah. Pengadilan dikesankan hanya media memperpanjang persoalan yang bakal dihadapi.
“Secara pribadi, ini juga baru kali pertama saya berurusan dengan pengadilan. Khawatir yang dirasakan warga, juga saya rasakan. Tapi peluang musyawarah sudah ditutup, hanya pengadilan jadi jalan akhir, saya tidak punya pilihan,” ujarnya.
Sedianya, kata Ikhsan, panitia pengadaan tanah bisa lebih arif dengan situasi yang berlangsung, terlebih pada masa pandemi seperti ini, tak hanya risiko kehilangan harta benda yang dihadapi warga terdampak, juga risiko kesehatan.
“Saya hanya berharap yang terbaik, hakim tentunya juga punya nurani untuk menetapkan seadil-adilnya. Saya punya riwayat tertentu dengan tanah dan rumah saya sekarang, pun dengan warga lain yang terdampak tentunya,” pungkasnya. (to/klik)