klikkalimantan.com – Tanah retak (subsidence) di Desa Rantau Bakula, Kecamatan Sungai Pinang diduga kuat dampak aktivitas tambang batu bara bawah tanah (underground) PT Merge Mining Industry (MMI).
Jazuli, salah seorang warga yang menyakini retakan tanah yang terjadi sekitar sepekan terakhir ini akibat tambang bawah tanah PT MMI. Pasalnya tepat di bawah permukiman warga di RT 02 terdapat lubang tambang milik perusahaan asal Tiongkok pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Penanaman Modal Asing (PMA).
“Kami yakin retak disebabkan tambang. Karena di bawah sini lokasi tambang PT MMI,” kata Jazuli yang termasuk daftar warga terdampak tanah retak.
Kendati diakuinya, saat muncul retakan, pihak PT MMI bertanggungjawab dengan memberikan ganti rugi. Namun belum semua warga terdampak menerimanya. Ganti rugi yang diberikan bervariasi; Rp50.000 per meter untuk wilayah pemukiman, Rp40.000 per meter untuk wilayah pertanian.
Jazuli berharap, PT MMI segera menyelesaikan proses ganti rugi karena beberapa warga yang terdampak sangat memerlukannya untuk memperbaiki rumah yang terdampak retakan. “Saya salah satu warga yang belum mendapatkan ganti rugi,” ujarnya.
Saat dikonfirmasi, Hasbi Saleh, Humas pada PT MMI belum bisa memastikan tanah retak di Desa Rantau Bakula dampak penambangan. Ia mengaku mengaku belum menerima informasi dari lokasi. “Saat ini saya sering berada di kantor cabang di Martapura, jadi tidak tahu bagaimana kabar dan kondisi di lokasi,” ucapnya, Jumat pekan kemarin.
Dia juga mengaku tidak punya wewenang berkomentar seputar aktivitas tambang lantaran saat ini dirinya ditugasi mengurus para tenaga kerja asing yang bekerja di sana. “Kalau mau konfirmasi bisa langsung ke manajer, Bapak Pikjen Purba,” kata Hasbi.
Sayangnya, saat dihubungi melalui telpon selulernya, tidak ada respon dari Manager PT MMI, Pikjen Purba.
Belum dapat memastikan retakan tanah dampak aktivitas tambang bawah tanah PT MMI, kendati kejadian serupa pernah terjadi di 2017 juga disampaikan Endarto, Kepala Seksi (Kasi) Pengusahaan Minerba pada Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Selatan.
Menurutnya, untuk memastikan penyebab retakan, pihaknya bersama inspektur tambang terlebih dulu akan meninjau ke lokasi. “Kemungkinan pekan depan,” kata Endarto yang menyampaikan pernyataan tersebut sesuai arahan kepala dinas.
Kendati diakui Endarto, tanah retak di atas lahan persawahan dan perkebunan warga di 2017, dipastikan dampak aktivitas tambang bawah tanah PT MMI. Bahkan kala itu, operasional perusahaan sempat dihentikan dan diperbolehkan beroperasi setelah memenuhi sejumlah syarat yang wajib dipenuhi. Termasuk ganti rugi dan pembuatan kajian teknis pertambangan.
“Sampai saat ini memang kami belum menerima hasil kajian teknis tersebut. Entah belum dibikin atau sudah dibikin dan diserahkan langsung ke Dirjen Minerba di kementerian. Namun yang pasti sampai saat ini kami di Dinas ESDM Kalsel belum pernah menerima atau diserahi hasil kajian,” kata Endarto. (to/klik)