Gawat, Pendidikan di Kabupaten Banjar Sengkarut

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
MENYAMPAIKAN - Perwakilan guru TK saat menyampaikan keluhannya ke Komisi IV DPRD Banjar, Senin lalu. rudiyanto

Perwakilan ratusan guru Taman Kanak-kanak (TK) se-Kabupaten Banjar protes SK Bupati. Banjar. Mengadu ke dewan justru dianggap demo Ironi di tengah misi optimasisasi bidang pendidikan..

KLIK, MARTAPURA – Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2016-2021, pendidikan menjadi satu dari lima misi utama yang diboyong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjar dalam upaya merealisasi visi ‘Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Banjar yang Sejahtera dan Barokah.

Namun, hingga dua tahun masa penerapan RPJMD yang juga merupakan terjemahan visi dan misi Bupati Banjar H Khalilurrahman ini, realisasi misi pendidikan bak jauh api dari panggangan. Alih-alih peningkatan kualitas pendidikan, sengkarut permasalahan justru terjadi di tengah penyelenggaraan pendidikan di kabupaten berjuluk ‘Serambi Mekkah’ ini.

Kedatangan sejumlah perwakilan guru Taman Kanak-kanak (TK) swasta ke Komisi IV DPRD Banjar, Selasa (7/11) lalu, menjadi secuil fakta sengkarut permasalahan dunia pendidikan di Kabupaten Banjar.

Di hadapan para wakil rakyat yang membidangi pendidikan, para tenaga pendidik menyampaikan berbagai keluhan yang selama ini mereka pendam. Terungkap dalam dengar pendapat dengan pimpinan dan sejumlah anggota Komisi IV yang juga dihadiri pihak Dinas Pendidikan (Disdik), protes para guru dipicu dari diterbitkannya Surat Keputuasan (SK) Bupati Banjar tentang Pengangkatan Guru Non Pegawai Sipil (PNS) untuk 50 orang guru TK/PAUD.

Diprotes, karena menurut mereka, penerbitan SK yang diserahkan simbolis sehari sebelumnya usai pelaksanaan apel kerja gabungan, Senin (6/11), dinilai akal-akal dan sarat muatan kepentingan. Pasalnya, SK pengangkatan justru diberikan untuk 50 guru yang masa tugasnya rata-rata baru dua tahun.

“Sedangkan kami-kami ini yang sudah mengabdi puluhan tahun, ada yang sudah 10, ada juga yang sudah 20 tahun mengajar, justru diabaikan. Jika latar belakang pendidikan yang harus S1 dijadikan alasan, kami juga sudah sarjana,” ujar Anita, salah seorang perwakilan guru TK seraya diamini semua guru yang ikut hadir saat itu.

BACA JUGA :
Mendaftar di Hari Kedua, Pasangan Independen Andin - Guru Oton ‘Wanti-wanti’ KPU dan Bawaslu

Penerbitan SK dinilai para guru hanya akal-akal lantaran proses seleksi yang minim transparansi. Padahal mestinya, proses seleksi penerima SK diselenggaran terbuka. Dengan begitu, semua guru yang memenuhi syarat, di antaranya harus berpendidikan sarjana, mendapat kesempatan sama.

Yang ada justru sebaliknya, penerbitan SK, menurut Citra, guru TK yang hadir kala itu, tak ubahnya sulap yang sim salabim ada. “Lebih menyebalkan, dan membuat ratusan guru TK lainnya geram, 50 guru penerima SK yang notabene baru mengajar beberapa tahun ini koar-koar bahwa bermodal SK itu taklama lagi akan diangkat menjadi pegawai daerah,” ungkapnya.

Ironisnya, keluhan para guru itu justru ditanggapi nyinyir oleh pihak Dinas Pendidikan. Erni Wahdini, Kepala Bidang Bina Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang ikut hadir mendampingi Gusti Ruspan Noor, Kepala Disdik saat ini bahkan berulangkali menyebut kedatangan para guru dengan istilah demo.

Tak hanya itu, kedatangan para guru dan mengadu ke dewan nilai Erni dan Ruspan Noor sebagai langkah yang salah. Karena menurutnya, para guru mestinya lebih dulu datang ke Kantor Dinas Pendidikan. “Bukan langsung ke dewan. Karena jika ke dinas, kami bisa jelaskan lebih terlebih dahulu,” ujar Ruspan Noor senada Erni.

Mencoba berkelit dari tudingan para guru TK yang menilai penerbitan SK bentuk ketidakadilan dan ajang main-main anggaran, Sawian, Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan yang juga hadir saat itu mengatakan, penerbitan SK tak ada sangkut-pautnya dengan pengangkatan guru menjadi pegawai daerah.

Menurutnya, SK hanya dapat digunakan guru yang bersangkutan keperluan mengurus Nomor Unik Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Dengan NUPTK, guru yang bersangkutan baru dapat menggunakan Biaya Operasional PAUD (BOP). NUPTK juga dijadikan syarat guru mendapatkan honor sebesar Rp500 ribu.“Lebih dari itu tidak ada. Apalagi guru yang bersangkutan akan diangkat menjadi pegawai daerah,” ujar Sawian.

BACA JUGA :
Pemkab Balangan Siap Rehab dan Renovasi 113 Prasarana Sekolah

Namun apa yang disampaikan Sawian, lekas terbantahkan. Pasalnya menurut para guru yang hadir saat itu, 50 guru penerima SK, nyatanya sudah memiliki NUPTK. Tanda tanya besarnya, lantas buat apa SK diterbitkan jika faktanya guru peneirma SK sudah mempunyai NUPTK?

Mengetahui permasalahan tak akan rampung dalam sekali pertemuan, Khairuddin, Wakil Ketua Komisi IV menyatakan, akan mengagendakan ulang pertemuan serupa. Karena menurutnya, harus ada solusi memecahkan permasalahan ini.

Menurutnya ada beberapa pilihan yang harus diambil pihak Disdik dalam persoalan ini. diantaranya, melaksanakan lagi seleksi pengangkatan guru non PNS. Namun dengan catatan, seleksi yang dilaksankan harus benar-benar terbuka agar semua guru yang memang memenuhi kriteria mendapatkan porsi yang sama.

“Atau jika memang permasalahannya keterbatasn anggaran karena ada honor yang dibayarkan, labih baik bagi rata untuk smeua guru yang memang sudah memenuhi kriteria. Walaupun satu guru hanya menerima Rp50 ribu. Biar adil,” ungkap Khairuddin. (rudiyanto)

Scroll to Top