Soroti Fenomena KBGO, AJI Gelar Diskusi Bersama FJPI dan Polda Kalsel

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

klikkalimantan.com, BANJARMASIN – Fenomena kekerasan berbasis gender online (KBGO) menjadi topik utama dalam diskusi bulanan yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan Biro Banjarmasin pada, Sabtu (16/12/2023) di Headline Coffee Banjarmasin Post, Kota Banjarmasin.

Sebab, di era digitalisasi saat ini, kalangan jurnalis yang paling rentan mengalami (KBGO), yakni kaum perempuan yang memang secara sosial dan politik sudah dianggap lebih berdaya karena profesi dan pengetahuannya dibandingkan kaum perempuan pada umumnya.

Atas dasar tersebut, AJI Balikpapan Biro Banjarmasin berkolaborasi dengan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Kalimantan Selatan (Kalsel) menjadikan isu KBGO yang terus terjadi sebagai fokus pembahasan dengan menghadirkan beberapa narasumber, baik dari AJI, FJPI, dan Subdit 5 Tipidsiber Ditreskrimsus Polda Kalsel.

Anjar Wulandari selaku narasumber dari AJI Balikpapan Biro Banjarmasin mengatakan, Jurnalis perempuan paling rentan mengalami KBGO saat melaksanakan kegiatan jurnalistik.

“Namun, kesadaran publik terhadap isu KBGO sepertinya saat ini masih rendah, terlebih belum semua organisasi media peduli. Serta, regulasi yang mendukung, dan Standar Operasional Prosedur (SOP) khusus terkait KBGO, baik sisi pencegahan, perlindungan, dan penanganan masih belum ada,” ujarnya.

Karena itu, Anjar berharap, Dewan Pers bersama organisasi jurnalis, dan organisasi media dapat segera menyusun regulasi, serta kebijakan yang dapat melindungi dan mencegah kekerasan terhadap jurnalis termasuk KBGO, khususnya terhadap jurnalis perempuan.

“Organisasi media perlu menyusun aturan turunan yang detail, baik berupa protokol, peraturan perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tentang perlindungan jurnalis, khususnya kalangan perempuan. Termasuk kekerasan seksual sebagai bagian dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),” tuturnya.

Mengingat, lanjut Anjar lebih jauh, KBGO berdampak pada banyak hal, baik dari sisi psikologis, keterasingan sosial, kerugian ekonomi, mobilitas terbatas, dan sensor diri atau kehilangan kepercayaan diri.

BACA JUGA :
Tolak RUU Penyiaran, AJI Bersama PRSSNI, dan Masyarakat Peduli Pers Banua Gelar Unjuk Rasa di DPRD Provinsi Kalsel

Terlebih, berdasarkan hasil survei berskala nasional yang dilakukan Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) dari lembaga peneliti independen berbasis di Yogyakarta, akhir 2021 lalu, terdata sebanyak 85,7 persen dari 1.256 jurnalis perempuan di Indonesia yang menjadi responden pernah mengalami berbagai tindakan kekerasan, dan sebanyak 753 jurnalis perempuan atau sekitar 70,1 persen mengaku mengalami kekerasan fisik maupun digital.

Tak hanya itu, PR2Media juga menemukan fakta bahwa mayoritas pelaku kekerasan terhadap jurnalis perempuan adalah rekan kerja (20,9 persen) dan atasan (6,9 persen).

Sedangkan hasil riset kolaboratif antara AJI dan PR2Media pada 2022 lalu menunjukkan fakta serupa, yakni 82,6 persen dari 852 jurnalis perempuan di 34 provinsi yang menjadi responden penelitian menyatakan pernah mengalami kekerasan seksual.

Bahkan, Subdit 5 Tipidsiber Dit Reskrimsus Polda Kalsel, Brigadir Sheren Septiana telah mencatat sebanyak 68 persen kalangan perempuan menjadi penyintas kejahatan siber.

Dalam acara diskusi bulanan ini turut menghadirkan Ratna Sari Dewi dari FJPI Kalsel selaku narasumber.(zai/klik)

Scroll to Top