klikkalimantan.com, MARTAPURA – Pasca diguyur hujan deras selama 3 jam pada 29 Januari 2024 lalu, satu jembatan gantung di Desa Paramasan Bawah, Dusun Baringan RT08, Kecamatan Paramasan ambruk diterjang deras arus Sungai Riam Kiwa sekitar pukul 03.00 Wita dini hari.
Ambruknya jembatan penghubung antar Desa Paramasan Bawah dengan Desa Paramasan Atas tersebut sangat berdampak terhadap aktivitas masyarakat setempat, tak terkecuali proses pendistribusian logistik Pemilu ke TPS setempat menjelang pemungutan suara pada 14 Februari 2024 mendatang. Sebab, putusnya jembatan gantung tersebut menjadikan Desa Paramasan Atas terisolir.
Perihal tersebut juga dibenarkan Rusmilawati selaku Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat (Parmas), dan Sumber Daya Manusia (SDM), KPU Kabupaten Banjar.
“Iya proses pendistribusian logistik agak terkendala, karena jalan longsor dan jembatan ambruk menjadi akses menuju desa. Tapi untuk gudang logistik Pemilu tetap di Kecamatan Paramasan,” ujarnya, Selasa (6/2/2024).
Dikonfirmasi terkait perihal tersebut, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten Banjar, Anna Rosida Santi mengatakan pihaknya sudah melakukan peninjauan di lapangan, baik ke titik ruas jalan yang mengalami longsor hingga ke lokasi jembatan ambruk.
“Pekan tadi sudah kami lakukan survei baik di titik ruas jalan longsor dan ke lokasi jembatan putus,” ujarnya pada, Senin (5/2/2024).
Kendati memastikan akan segera melakukan penanganan ruas ruas jalan longsor dibeberapa titik dengan segera. Namun, Anna masih belum dapat memastikan terkait kapan penanganan jembatan ambruk dilakukan.
“Tentunya kita harus melihat kembali metode penanganan yang akan dilakukan, karena bentangnya kurang lebih 60 meter – 70 meter. Memang, untuk penanganan yang tepat, yakni membangun kembali jembatan gantung, tapi prosesnya membutuhkan waktu sekitar 7 – 8 bulan dengan estimasi anggaran sebesar Rp 7 Miliar,” katanya.
Jika menerapkan metode kontruksi jembatan rangka besi portabel (bailey), lanjut Anna, memang metode tercepat. Namun berdasarkan distributor kontruksi baja dinilai kurang tepat.
“Karena bentang jembatan yang ada lumayan panjang. Kalau bailey hanya sekitar 30 meter – 40 meter masih bisa. Sebagai alternatif sementara untuk menyeberang sungai menggunakan rakit dari bambu,” ucapnya.
Untuk penanganan jangka panjangnya, tambah Anna, Dinas PUPRP terus berkoodinasi dengan Balai Wilayah Sungai (BWS), sebab kawasan tersebut masuk dalam zonasi program strategis pembangunan Riam Kiwa.
“Penanganannya harus dilakukan kajian terlebih dahulu bersama tim teknis dari ULM. Karena meraka masih di luar daerah, sehingga kita masih menunggu kedatangan mereka,” pungkasnya.(zai/klik)