klikkalimantan.com, MARTAPURA – Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten Banjar pastikan lahan yang telah disertifikasi sebagai lahan pertanian tak boleh dialihfungsikan sebagai kawasan perumahan.
Pernyataan tersebut diungkapkan Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Banjar Anna Rosida Santi melalui Yudi Riswandi selaku Kepala Bidang (Kabid) Penataan Ruang dan Pengawasan Bangunan (Wasbang) kepada klikkalimantan.com pada Selasa (21/1/2025).
“Kalau memang dari awal sertifikatnya untuk lahan pertanian tentu tidak bisa diubah, karena pembangunan yang diperbolehkan hanya untuk mendukung sektor pertanian seperti membangun lumbung padi misalnya. Jadi tidak boleh untuk perumahan,” ujarnya.
Ditanya bagaimana jika lahan pertanian terlanjur dibangun menjadi kawasan perumahan apakah tetap bisa diakomodir dalam revisi Perda RTRW 2021-2041 untuk ditetapkan sebagai kawasan Perumahan dan Permukiman?
“Terkait dengan keterlanjuran, untuk menyesuaikan hal tersebut tentunya pemohon atau pengembangan harus memberikan data dukung atas kepemilikan lahan, begitu juga untuk lahan non pertanian agar dapat diakomodir dalam RTRW dan RDTR kedepannya. Jika tidak ada tentu tidak bisa diakomodir,” ucapnya.
Didampingi Fandi Ilham selaku Staf Seksi Perencanaan Tata Ruang. Yudi juga menjelaskan alasan terjadinya benturan pola tata ruang antara status lahan pertanian dan perumahan.
“Dasar terbitnya perizinan untuk pembangunan perumahan dan lainnya itu adalah RDTR. Kalau regulasi RDTR-nya masih belum disahkan, maka akan mengacu pada Perda RTRW,” tuturnya.
Kebanyakan permasalahan yang terjadi saat ini, lanjut Yudi, ketika regulasi RDTR masih belum disahkan, ada sebagian pemohon atau pengembangan yang sudah mengajukan perizinannya mengacu pada Perda RTRW hingga Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang saat ini disebut Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) diterbitkan. Seperti yang terjadi pada RDTR Kertak Hanyar – Gambut yang harus dilakukan Peninjauan Kembali (PK).
“Setelah PBG terbit mereka (pengembang) harus ada melakukan pembangunan dan pemecahan sertifikat perumahan yang tentunya pemecahan sertifikat membutuhkan waktu. Saat pemecahan sertifikat berproses, RDTR terbit. Hal itulah yang menyebabkan proses pemecahan sertifikat terkendala karena terjadi perbedaan antara RDTR dan RTRW,” jelasnya.
Sebab, papar Yudi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) menerbitkan sertifikat lahan kawasan perumahan dari para pengembang berdasarkan regulasi RDTR yang telah terbit.
Ketika sampai proses pemecahan, terbitlah RDTR misal seperti RDTR Gambut – Kertak Hanyar, sehingga terjadi perbedaan RDTR dengan RTRW, itulah yang menyebabkan tidak bisa dipecahnya sertifikat lahan dari pengembangan atau pemohon.(zai/klik)