klikkalimantan.com – Menjadi payung hukum perlindungan dan pengawasan sumber daya air guna mencegah terjadinya kepunahan populasi ikan yang diburu secara masal, baik dengan cara diracun dan disetrum hingga berdampak pada rusaknya habitat asli ikan laut dan ikan sungai, Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Banjar, nomor 7/2005 mestinya tak hanya bersifat komperhensif, tatapi juga dapat difungsikan dengan baik.
Hal tersebut dilontarkan Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Banjar, Pribadi Haru Jaya saat ditemui sejumlah awak media di ruang Komisi II awal pekan ini.
“Sudah banyakan contohnya, perda itu dibuat namun tak dapat difungsikan. Sebagai anggota dewan yang baru kami akan membuat tatanan pemerintahan lebih baik lagi. Salah satu caranya melalui perumusan perda yang dapat dijadikan landasan dasar payung hukum untuk kepentingan orang banyak dan dapat terus difungsikan atau berjalan dengan baik, tidak hanya saat kondisi mendesak,” ujarnya.
Mengingat, papar politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Banjar, pencetusan Perda Kabupaten Banjar tidak bisa dilakukan seenaknya. Namun, harus benar-benar dilakukan kajian dan kejelasan dalam merumuskanya dirumuskanya agar dapat menjadi pegangan masyarakat sebagai payung hukum.
“Contoh; terkait larangan penangkapan anak ikan, dalam perda tidak dijelaskan secara spesipik berapa size yang masuk dalam kategori anak ikan, sedangkan jenis ikan lokal di Kabupaten Banjar sangat beragam. Mestinya ada patokan sebagai kategorinya, semisal ditentukan berdasarkan usia ikan,” ucapnya.
Heru pun menambahkan, dicetuskannya sebuah perda tentunya menggunakan kucuran dana anggaran. Untuk itu, sebuah perda mestinya dapat dijadikan acuan sebagai salah satu solusi pemecah sebuah masalah.
“Kita akan lihat terlebih dulu perda nomor 7 tahun 2005, apa saja nantinya yang akan perlu diubah. Kalau perbaikannya di bawah 50 persen, maka masuk dalam perubahan. Tapi, jika di atas 50 persen artinya ada pembentukan baru,” jelasnya.
Tak hanya itu, lanjut Heru lebih jauh, salah satu problem disektor perikanan yakni, terkait penggunaan Air Irigasi Riam Kanan yang masih banyak dimanfaatkan pembudidaya ikan kolam pun harus dicarikan solusinya. Mengingat, hanya dua sektor yakni, perkebunan dan pertanian yang dapat memanfaatkan tanpa izin.
“Padahal pemanfaatan air irigasi itu kan sudah ada perda yang mengatur. Serta terkait masalah perlindungan kawasan budidaya ikan, pertanian, perkebunan, dan seperti apa nantinya kawasan minapolitan, apakah masih sesuai peruntukannya? Ini pun nantinya harus kita bahas dalam perumusan perda guna meluruskan semua permasalahan,” ungkapnya.
Kendati, sebelum melangkah lebih jauh, diakui Heru, hampir belasan rancangan perda (raperda) centolan anggota DPRD priode 2014 – 2019 yang belum clear akan difungkaskan terlebih dulu. “Kalau tidak salah sekitar 16 perda yang belum rampung, dan inikan warisan anggota dewan yang terdahulu, kita akan coba selesaikan,” tutupnya.(zai/klik)