Almin Hatta
SEORANG narapidana keluar dari penjara karena telah selesai menjalani masa hukumannya. Begitu berada di halaman penjara, ia berbisik pelan, “Akhirnya kutemukan lagi kebebasan yang sudah sekian tahun hilang.”
Mantan napi itu lalu melangkah riang menuju tepi jalan, menanti angkot untuk mengantarnya pulang. Ia sama sekali tak menyadari bahwa dirinya tak sepenuhnya menemui kebebasan. Sebab, sebentar lagi ia akan memasuki penjara dalam bentuk berbeda. Yakni penjara rumah tangga dengan segala macam aturannya.
Ya, rumah tangga sebenarnya adalah penjara pula, dalam artian semua penghuninya tak bisa berbuat sebebas-bebasnya. Anak-anak misalnya, harus belajar dari jam sekian sampai jam sekian, sudah harus berada di rumah paling lambat pukul sembilan malam. Istri, harus selalu siap melayani keperluan suami dan anak-anaknya tersayang. Suami, harus selalu bekerja demi tetap terpenuhinya kebutuhan materi anak dan istri dan dirinya sendiri.
Di luar rumah tangga, kita semua dipenjara pula oleh yang namanya pekerjaan. Boleh dibilang, tak seorang pun yang bisa bebas dari belenggu pekerjaan, kecuali ia orang yang tak butuh pakaian dan makanan, serta tempat berteduh dari terik matahari dan dinginnya hujan.
Dalam pekerjaan itu sendiri ada pula penjara aturan, terutama bagi mereka yang bekerja sebagai pegawai, baik pegawai instansi pemerintahan, maupun pegawai perusahaan. Bahkan pekerja perseorangan terkungkung pula oleh sejumlah norma dan aturan bemasyarakat-bernegara.
Sebagian orang bilang, ada pekerjaan-pekerjaan tertentu yang tak membutuhkan aturan. Misalnya pedagang, ia bebas kapan saja mau membuka atau menutup tokonya. Begitu pula petani, terserah mau ke sawah atau seharian berdiam di rumah. Tapi, nyatanya, mereka tetap dibelenggu oleh nafsu untuk meraih keuntungan atau hasil sebanyak-banyaknya. Karena itulah ada pedagang yang nekat membuka tokonya sampai menjelang tengah malam, ada petani yang baru pulang dari sawah ketika panggilan adzan magrib sudah berkumandang.
Jadi, sebenarnya, tak seorang pun di antara kita yang benar-benar telah meraih kebebasan. Karena itulah Kahlil Gibran dengan masygul menyatakan, “Aku melihat Kebebasan berjalan sendirian, mengetuk pintu-pintu, dan mencari tempat perlindungan, tapi tak satu pun orang yang mengindahkan permohonannya,” ujarnya.
Maka, di tengah sejumlah aturan atau protokol kesehatan terkait Covid-19 sekarang ini, janganlah kita merasa tertekan. Sebab, tanpa ancaman wabah virus pun, hidup seluruh manusia di dunia ini memang tak sepenuhnya bebas merdeka. Jadi, nikmati saja apa adanya.***