klikkalimantan.com, BANJARMASIN – Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Pribahasa ini akan tersemat, jika pemerintah benar-benar meminta masyarakat penerima Kartu Pra Kerja mengembalikan dana pelatihan dan insentif yang sudah diterima. Karenanya, rencana tersebut mendapat penentangan.
Pasalnya, Presiden Joko Widodo baru saja meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2020, sebagai revisi atas Perpres Nomor 36 Tahun 2020 mengenai Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Prakerja.
Pasal 31C beleid tersebut mengatur ketentuan baru bagi peserta Kartu Prakerja yang tidak sesuai syarat, tetapi telah menerima bantuan biaya pelatihan. Peserta yang tidak memenuhi syarat dan telah menerima bantuan biaya pelatihan diwajibkan untuk mengembalikan insentif tersebut.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), dan telah menerima bantuan biaya pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, wajib mengembalikan bantuan biaya pelatihan dan atau insentif tersebut kepada Negara.
Terbitnya peraturan tersebut membuat Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Bintang Muda Indonesia (DPN-BMI) Sri Nurnaningsih angkat bicara. Ia mengkritik keras jika pemerintah benar-benar merealisasikan aturan tersebut bertepatan krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini.
“Kalau seperti ini, artinya pemerintah menambah beban masyarakat. Di saat masyarakat benar-benar membutuhkan uluran tangan pemerintah akibat Covid di semua aspek ekonomi sedang melorot, tiba-tiba masyarakat diminta mengembalikan insentif kartu Pra Kerja,” ucap Sri kepada klikkalimantan.com, Senin (13/7).
Sri mengungkapkan, program Kartu Pra Kerja dampaknya sangat baik dirasakan oleh masyarakat, terutama kepada para pencari kerja atau pekerja/buruh yang terkena PHK, pekerja/buruh yang dirumahkan, dan pekerja bukan penerima upah, termasuk pelaku usaha mikro dan kecil.
“Manfaatnya sangat dirasakan oleh masyarakat. Banyak dari masyarakat yang kehilangan pekerjaan di tengah pandemi. Paling tidak, beban mereka terbantu dengan ikut program Kartu Pra Kerja dengan dana pelatihan Rp 1 juta dan insentif Rp 600 ribu per bulan yang dibayarkan selama empat bulan,” katanya.
Sri menambahkan, prosedur keikutsertaan program Kartu Pra Kerja sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Hal ini tentunya membuat program ini tentunya tepat sasaran. Berbeda dengan program bantuan sosial lainnya, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang melibatkan banyak pihak, sehingga wajar jika penyalurannya banyak yang tidak tepat sasaran.
“Kalau Bansos lainnya seperti kita ketahui banyak keluhan di masyarakat, akibat penyalurannya yang tidak tepat sasaran. Mulai penerima yang dapat bantuan dobel, hingga orang yang berkecukupan juga mendapatkanya. Kalau Kartu Pra-Kerja jelas peruntukannya,” ujarnya.
Menyikapi hal ini, Sri mengharapkan pemerintah tidak gegabah mengambil sikap dalam bertindak. Paling tidak, revisi aturan ini agar penerimaan peserta Kartu Pra kerja kedepannya lebih baik lagi.
“Kita berharap tidak ada pengembalian dana Kartu Pra Kerja yang sudah disalurkan oleh pemerintah. Karena manfaatnya sangat dirasakan oleh masyarakat di tengah pandemi Covid seperti sekarang ini,” pungkasnya. (sin/klik)