Oleh: M Afifulloh (Mahasiswa S3 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta)
Perubahan adalah satu indikator terpenting berhasil atau tidaknya suatu sistem kepemimpinan. Keberhasilan seorang pemimpin dapat dilihat dari perubahan yang terjadi selama kepemimpinannya yang bersifat progres. Gagalnya seorang pemimpin dapat dilihat dari perubahan yang bersifat regress, stagnan atau tanpa perubahan. Perubahan yang progress tentu hanya akan dicapai bila pemimpin memiliki karakter dan visi yang kuat untuk maju.
Pemimpin yang seperti inilah yang sangat dibutuhkan oleh suatu negara, termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini. Pemimpin yang memiliki bekal cukup untuk membenahi Negara kepulauan yang dikenal oleh dunia luar dengan kemiskinannya, keterbelakangannya, budaya konsumtifnya, dan yang paling parah adalah budaya korupsinya. Ironis memang, tapi tidak bisa dipungkiri. Semua seakan telah mengakar kuat dalam sistem dan belum ada yang dapat meracik ‘antivenom’ yang manjur untuk membenahi, atau bahkan menghilangkan segala kekacauan, termasuk pemimpin-pemimpin yang sebelum dan yang sedang menjabat.
Oleh karena itu, sudah seharusnya masyarakat ikut menyeleksi calon pemimpin agar kelak pemimpin yang terpilih mampu memenuhi harapan dan cita-cita semua kalangan. Hendaknya segenap masyarakat ikut berpartisipasi aktif untuk memilih pemimpin yang dirasa mampu dan memiliki bekal yang cukup untuk membenahi Negara yang kita cintai ini.
Pada dasarnya, pemimpin itu dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang pertama adalah pemimpin yang dipilih oleh rakyatnya tanpa syarat apapun karena rakyat tahu kapasitas dan kualitasnya, kewibawaannya, dan jiwa pengayomnya. Yang kedua adalah pemimpin yang menawarkan diri untuk menjadi pemimpin dan melalui proses pemilihan dengan syarat-syarat tertentu. Pengangkatan pemimpin oleh rakyatnya tanpa syarat apapun biasanya berjalan lurus, jujur, alami, dan berimbang. Semua kalangan memiliki asumsi dan perspektif yang sama tentang orang yang diangkat menjadi pemimpin yaitu kepantasan. Hanya orang yang pantas yang bisa diangkat masyarakat untuk menjadi pemimpin mereka.
Sementara pemimpin yang dipilih karena menawarkan diri dan melalui proses pemilihan pemimpin biasanya dipenuhi oleh trik dan intrik, kamuflase, penuh pencitraan, transaksi politik, dan menjebak. Di sini, masyarakat perlu berhati-hati dalam menentukan sikap. Masyarakat tidak boleh terlena oleh bujuk rayu para elit politik yang sering mengatasnamakan kepentingannya dengan kepentingan bersama. Masyarakat perlu tahu bahwa pemilihan pemimpin (presiden, gubernur, bupati, wali kota) adalah sesuatu yang paling fundamental dalam kehidupan berbangsa. Sebab, pemimpin yang terpilih kelak adalah sosok yang akan bertanggungjawab terhadap kelangsungan hidup kita semua dalam berbangsa, bernegara, dan beragama. Lalu, bagaimanakah cara kita memilih sosok yang pantas, yang mampu memimpin kita ke arah yang lebih baik? Cara yang paling efektif adalah dengan melihat sosok atau orangnya, bukan pada apa kelompoknya, bukan apa jabatannya sekarang, bukan pula apa partainya.
Pemimpin yang dipilih sebaiknya adalah dia yang memiliki bekal menjadi seorang pemimpin, pemimpin yang benar-benar pantas untuk menjadi pemimpin, bukan semata-mata karena jabatannya pemimpin. Jabatan bisa diperoleh dengan mudah. Hanya dengan bekal kaya, relasi, atau dengan bagi-bagi kekuasaan, seseorang bisa menjabat sebagai pemimpin. Jabatan seperti inilah yang sangat berbahaya bagi kelangsungan sebuah Negara. Otoritasnya hanya sebatas formalitas, di atas kertas, tidak pernah bekerja, hanya menjabat saja, tidak mandiri, diatur-atur koalisi karena kesepakatan transaksi. Seperti tubuh yang tidak memiliki ruh, bisa digerakan tetapi tidak mampu bergerak sendiri, bisa diarahkan tetapi tidak mampu memilih jalan sendiri, dan pada akhirnya tubuh akan membusuk dengan sendiri.
Pemimpin yang dipandang pantas adalah sosok yang biasanya berpikir ‘out of the box’. Berfikir dan bertindak keluar dari jalur bukan berarti arogan atau tidak beraturan, tetapi tegas terhadap persoalan-persoalan yang membelenggu roda pemerintahan selama ini. Pemimpin yang mampu menghilangkan budaya kolusi, korupsi, dan nepotisme, budaya pola kerja yang tidak efektif, mampu menghilangkan kemiskinan dan kebodohan yang selama ini dipupuk oleh sistem. Pemimpin yang mampu menghilangkan budaya senioritas dan beralih kepada budaya profesionalitas personal, pemimpin yang mampu merestrukturasi dan merevitalisasi lembaga-lembaga utama pengerak kemajuan bangsa.
Pemimpin yang pantas dipilih adalah mereka yang mampu berperan sebagai perintis, yaitu memiliki upaya untuk memahami dan memenuhi kebutuhan utama stakeholdernya, misi dan nilai anutan, serta visi strategis kemana arah kepeminpinan akan dibawa dan bagaimana mencapainya. Pemimpin yang mampu menjadi penyeimbang dan penyelaras seluruh elemen bangsa yang telah terbentuk. Pemimpin yang mampu menyingkronisasi seluruh organisasi agar dapat terbentuk tim kerja yang sinergis. Pemimpin yang memiliki keahlian dalam pemberdayaan masyarakatnya.
Pemberdayaan ini berhubungan dengan upaya pemimpin untuk menumbuhkan lingkungan agar setiap orang mampu berkembang dan semakin lebih baik. Memberdayakan masyarakat agar lebih mandiri, mampu memanfaatkan kelemahan-kelemahan menjadi peluang strategis yang dapat menunjang mental dan kesiapan terhadap persaingan global dan ancaman dari luar. Seorang pemimpin harus memahami sifat pekerjaan yang diembannya, pun dalam pendelegasian tugas kepada karyawan-karyannya. Adanya pemisahan antara besarnya otoritas yang dimiliki oleh pemimpin dan seberapa besar otoritas setiap karyawan yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang pantas dipilih adalah mereka yang memiliki perilaku yang dapat dijadikan panutan atau modeling warganya.
Seorang pemimpin efektif memberi contoh dalam bentuk teladan bukan hanya kata, tapi juga dalam tindakan karena sebaik-baik pengajaran adalah dengan teladan. Lalu, apakah kandidat favorit anda, kita semua saat ini sudah memiliki ruh pemimpin yang pantas untuk dipilih? Pilihlah sosok yang tepat untuk kebutuhan dan kemajuan bangsa ini. ()