klikkalimantan.com, MARTAPURA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Martapura yang diketuai Noor Irwandi, akhirnya menyatakan Camat Aluh Aluh, Syaifullah Efendi, terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman 1 bulan penjara dengan masa percobaan 2 bulan, plus denda Rp1 Juta subsider 1 bulan kurungan, pada sidang yang digelar di PN Martapura, Senin (30/11/2020).
Atas vonis tersebut, Syaifullah Efendi melalui Penasehat Hukumnya Agus Pasaribu, mengambil sikap pikir-pikir dulu.
“Kami mengambil sikap pikir-pikir, karena dalam putusan telah memberikan hak baik kepada terdakwa bersama penasehat hukum, maupun kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), untuk mengambil sikap dengan batasan waktu selama 3 hari,” kata Agus Pasaribu kepada sejumlah awak media.
Ditanya sejumlah awak media, mengapa mengambil sikap pikir-pikir dulu, tidak justru mengambil sikap langung, yakni menerima atau menolak, Agus Pasaribu bersama timnya mengatakan, hal itu diambil karena pihak JPU pun mengambil sikap pikir-pikir juga.
Menurut Agus Pasaribu, ada banyak hal yang akan mereka bahas dalam tiga hari ke depan. Salah satunya terkait penanganan perkaranya yang dinilai telah melewati batas waktu.
“Mestinya, karena ini menyangkut perkara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), bukan Pemilu, harusnya pada 27 November 2020 kemarin harus diputuskan,” katanya.
Agus Pasaribu menjelaskan, dikarenakan perkara yang disidang di PN Martapura ini merupakan pidana Pilkada, maka masa sidangnya paling lama 7 hari kalender untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara berdasarkan Undang Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, bukan 7 hari kerja.
“Ini kan masalah Pilkada. Kalau ini masalah Pemilu, benar saja masih ada waktu untuk memproses perkara ini. Jadi, kenapa hari ini baru diputuskan, ini yang masih kami pertanyakan,” ujarnya.
Tak ingin terkesan tak puas dengan putusan, Agus Pasaribu menambahkan, sebenarnya pihaknya telah bersurat kepada Ketua PN Martapura dan Majelis Hakim bahwa penanganan perkaranya sudah lewat batas waktu. Namun, putusan Majelis Hakim ternyata mengacu kepada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2018, tentang tata cara penyelesaian tindak pidana Pemilu, sehingga belum lewat batas waktu.
“Ini kan bukan perkara Pemilu. Belum lagi terkait tuntutan Bawaslu yang juga telah lewat batas waktu. Ada banyak hal yang sebenarnya harus dibahas, dan bukannya kita tidak terima terhadap putusan. Tapi harus sesuai aturan, apakah aturan yang diterapkan sudah pas, kalau tidak kan batal,” tegasnya.
Di tempat terpisah, Gusti selaku JPU dari Kejari Kabupaten Banjar, mengakui pihaknya mengambil sikap pikir-pikir yang selanjutnya dilaporkan kepada pimpinan. Soalnya, putusan yang dijatuhkan majelis hakim jauh dari tuntutan yang dilayangkan.
“Kami menilai dengan vonis tersebut, efek jeranya masih sangat minim. Karena tuntutan kami 3 bulan kurungan dengan denda sebesar Rp4 Juta,” ujarnya.
Sedangkan menanggapi terkait keberatan terdakwa yang menilai pengusutan perkara telah melewati batasan waktu, menurut Gusti hal tersebut menjadi kewenangan PN Martapura. “Artinya, sudah menjadi ruang lingkup Majelis Hakim. Dan sudah ada Permanya yang menjelaskan mengenai hari kalender dalam persidangan,” jelasnya.
Perlu diketahui, pasal dakwaan yang dikenakan terhadap Camat Aluh Aluh hingga dijatuhi vonis, yakni UU Pemilu 2020 Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada, Pasal 188 Juncto 71 Ayat 1.(Zai/klik)