Oleh Almin Hatta
“Kepala bukan semata yang bertengger anggun di bagian atas tubuh manusia. Ada banyak sekali yang namanya kepala, mulai kepala negara sampai kepala rumah tangga”.
SUATU hari beberapa tahun silam, terjadi insiden kecil persis usai salat Jumat. Petugas sebuah masjid yang sedang menyingkirkan rambu tanda bagi kendaraan agar berjalan perlahan tiba-tiba disenggol pengendara sepeda motor yang sebenarnya tidak terlalu kencang. Petugas masjid itu terjatuh dan kepalanya mengalami luka kecil yang tampaknya tak mengkhawatirkan.
Meski demikian, rekan-rekannya sesama petugas masjid tetap membawanya ke rumah sakit. Setelah diperiksa, pihak rumah sakit menyatakan tidak apa-apa dan ia dipersilakan pulang saja. Sesampai di rumah, petugas masjid tersebut menonton televisi. Tak lama kemudian ia merasa kepalanya nyut-nyutan. Karena itu ia rebahan di pembaringan, sebentar saja ia sudah tertidur pulas dan tidak pernah bangun lagi untuk selamanya. Pria paro baya yang masih bujangan itu meninggal dunia.
Kejadian di atas, terlepas dari keyakinan kita selaku umat beragama bahwa nyawa memang bisa melayang kapan saja sesuai kehendak Tuhan Yang Mahakuasa, kembali membuktikan betapa sangat vitalnya keberadaan kepala bagi kelangsungan hidup makhluk yang bernama manusia.
Karena itulah, ketika suatu hari menyaksikan seorang ibu dengan sangat ringan tangan memukul kepala anaknya, aku benar-benar terkesima. Aku tak habis pikir, kenapa si ibu yang kelihatan terpelajar atau setidaknya dari kalangan orang berada itu sepertinya tak mengerti betapa pentingnya kepala yang bertenggar di tubuh anaknya.
Mestinya ibu itu tahu, tanpa kepala tersebut maka tubuh anaknya tak lagi layak disebut sebagai manusia. Sebab, tubuh tanpa kepala adalah mayat tak bernyawa dengan jiwa yang sudah melayang meninggalkan dunia fana. Beda dengan tubuh tanpa tangan atau tanpa kaki, yang tidak saja masih hidup segar-bugar tapi juga masih sanggup mengukir prestasi.
Siang itu, segenap murid sebuah sekolah dasar sedang istirahat. Namanya anak-anak, meski panas terik memanggang halaman sekolah, mereka tetap saja dengan riang gembira bermain aneka rupa. Ada yang main mobil-mobilan, ada yang main kejar-kejaran, dan sejumlah lainnya asyik main tali sambil lompatan-lompatan.
Nah, anak lelaki si ibu itu iseng mengganggu sejumlah murid perempuan sebayanya yang sedang main lompat-lompatan. Tak ada marah, tak kesal, sebenarnya. Semua anak itu tetap tertawa-tawa gembira. Tapi si ibu rupanya jengkel melihat ulah anaknya yang menurutnya sudah kelewatan menggoda teman-temannya. Karena itu si anak ia tarik dengan kasar, lalu kepalanya ia pukul berturut-turut tiga kali. Memang, ia cuma menggunakan botol Aqua kosong. Tapi pukulannya lumayan keras sehingga berbunyi nyaring dan si anak terlihat meringis dengan kepala miring.
Boleh jadi pukulan si ibu itu tak membawa dampak apa-apa terhadap anaknya dalam sehari dua. Tapi melihat sedemikian gampangnya ia memukul kepala anaknya, maka sangat mungkin pukulan serupa akan kerap dilakukannya kapan saja jika si anak berbuat ulah yang tidak sebagaimana mestinya. Dan sangat mungkin pula pukulannya akan semakin keras saja, mengingat kepala si anak kian hari akan semakin keras pula sehingga pukulan lunak pasti tak akan pernah terasa lagi baginya. Sebab demikianlah hukumnya alam, setiap pukulan akan memunculkan kekebalan. Orang yang sudah kenyang diterpa susahnya kehidupan, lama-lama tak akan pernah lagi merasa kesusahan. Baginya panasnya siang dan dinginnya malam hal yang biasa saja, bahkan antara lapar dan kenyang nyaris tak ada lagi bedanya.
Sampai akhirnya si ibu tak akan ragu untuk membenturkan kepala anaknya dengan benda keras apa saja, termasuk ke tembok rumah yang terbuat dari bata. Kalau sudah sampai ke tingkatan yang sedemikian parahnya, bisa dipastikan si anak akan celaka. Boleh jadi umurnya tetap panjang, tapi isi kepalanya besar kemungkinan sudah terguncang. Dengan isi kepala yang sudah tak lagi sempurna, maka jangan harap anak itu kelak menjadi manusia yang berguna.
Tapi, kepala bukan semata yang bertengger anggun di bagian atas tubuh manusia. Dalam pergaulan kehidupan di mana saja, ada banyak sekali yang namanya kepala. Mulai dari kepala negara, kepala daerah, kepada kantor, kepala lembaga, kepala organisasi, kepala sekolah, sampai kepala rumah tangga.
Sebagaimana halnya kepala bagi seorang manusia, maka semua kepala itu sangat vital keberadaannya. Sebagaimana halnya kepala bagi manusia, kepala negara, kepala daerah, kepala lembaga, sampai kepala rumah tangga harus benar-benar dijaga jangan sampai mengalami luka apalagi ternoda. Sebab luka bagi semua kepala itu akan membuat goncangan bagi kepemimpinannya, sedangkan noda bagi semua kepala itu jelas akan membuatnya kehilangan wibawa. Dan kepemimpinan yang goncang apalagi tanpa wibawa, jelas tidak akan pernah bertahan lama: bahtera yang dipimpinnya pasti suatu saat membentur karang dan pecah berserakan.
Akhirnya, selamat kepada siapa saja yang telah memenangi Pilkada. Selamat menjadi kepala pemerintahan: Gubernur, Bupati, atau Walikota.***