KLIKKALIMANTAN.COM – Jelang pembacaan putusan majelis hakim PTUN Jakarta, atas gugatan yang diajukan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) terhadap SK Menteri ESDM dan PT Mantimin Coal mining (MCM) pada 22 Oktober 2018, masyarakat Hulu Sungai Tengah (HST) menggelar istighosah di halaman Masjid Riadhusshalihin Barabai, Kamis (11/10/2018).
Istighosah dilaksanakan bagian dari usaha penyelamatan Meratus dari rencana eksplotasi tambang batu bara. Berbagai kalangan; ulama, pimpinan pondok pesantren, dan organisasi keagaman di HST berkumpul memanjatkan doa bersama dipimpin KH Mokhtar, pengasuh Pondok Pesantren Ibnul Amin Pamangkih.
Ali Fahmi, ketua pelaksana Istighosah menegaskan, penyelenggaraan acara ini bersifat partisipatif dan tidak ada unsur politis. “Murni gerakan masyarakat yang peduli pada kelangsungan kehidupan di Bumi Murakata,” ujarnya.
Menurutnya, kepedulian masyarakat HST terhadap lingkungan, utamanya kawasan Pegunungan Meratus sangat tinggi. Begitu pula dengan komitmen menolak hadirnya tambang batu bara juga sangat kuat. Karena sampai saat ini, Meratus di Hulu Barabai, menjadi satu-satunya wilayah di Kalimantan Selatan tanpa tambang batu bara dan perkebunan sawit.
Namun sejak diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Kementerian ESDM Nomor 441.K/30/DJB/ 2017 tentang izin Operasi Produksi Tambang Batubara untuk PT MCM di Kabupaten Tabalong, Balangan, dan HST pada 4 September 2017, kelestarian Meratus terancam.
Sejak itu, gelombang penolakan eksploitasi batubara terjadi. Termasuk petisi menolak tambang di HST. “Ada 37.000 tanda tangan penolakan tambang batubara di HST” ujar Rumli, Koordinator Gerakan Penyelamat Bumi Murakata (GEMBUK) HST.
Rumli yang juga aktif di Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) menambahkan, gerakan sosial masyarakat ini menghendaki Meratus tetap lestari tanpa batubara dan sawit.
Termasuk bagian dari gerakan #SaveMeratus, Walhi Kalsel menempuh jalur hukum menggugat Menteri ESDM dan PT. MCM. “Tuntutan kami izin tambangnya dicabut, Meratus HST harus bebas dati batubara dan sawit” ujar Kisworo Dwi Cahyono, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel.
Menurutnya, gugatan yang diajukan adalah gugatan lingkungan. “Saat ini sudah 17 kali sidang, 22 Oktober nanti, majelis hakim PTUN Jakarta akan membacakan putusan. Kami berharap keadilan memihak pada rakyat dan kelestarian Meratus,” kata Kisworo.
Keinginan masyarakat agar Meratus tetap lestari dan terbebas dari tambang batubara dan perkebunan sawit bukan tanpa alas an. Karena menurut Muhammad Yanni, Praktisi Lingkungan Hidup yang juga Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) HST, Meratus merupakan sumber kehidupan bagi banyak jiwa. Hutan Meratus memberikan oksigen dan menyediakan air bagi manusia. Lebih dari 10.000 hektare lahan pertanian di HST airnya bersumber dari hutan Pegunungan Meratus yang merupakan hutan hujan terakhir yang dimiliki Kalsel. (to/klik)