klikkalimantan.com, MARTAPURA – Memasuki awal 2021 ini, kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur kembali terjadi di Kabupaten Banjar.
Terbaru, dugaan pencabulan terjadi di Kecamatan Cintapuri Darussalam, dan Kecamatan Astambul, yang berhasil diungkap Tim Anti Pereman (Tekap) bersama Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Banjar selama Februari 2021 ini.
Menanggapi perihal tersebut, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Banjar, Hj Siti Hamidah, melalui Rusmiati Agustina selaku Kepala Seksi (Kasi) Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Anak, mengatakan, dari 30 kasus Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Anak yang terjadi di 2020, masih didominasi kasus pelecehan seksual terhadap anak dibandingkan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Begitupun 34 kasus yang terjadi di 2019 lalu, kasus pelecehan seksual terhadap anak masih sangat menonjol, meskipun angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di 2020 mengalami penurunan. Tapi, kita belum bisa mengatakan penurunan kasus tersebut sangat berdampak baik. Bisa saja, karena masyarakat atau korbannya tidak ada keberanian untuk melapor, atau mungkin memang tidak ada kejadian,” ucapnya kepada klikkalimantan.com, Selasa (22/2/2021).
Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, Agustina mengimbau baik kepada korban, keluarga korban, serta masyarakat, agar tidak takut untuk menginformasikan hingga melaporkan ke instansi terkait. Termasuk ke jalur hokum, apabila ada mendapati kejadian kasus kekerasan hingga pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak di lingkungan sekitarnya.
“Karena permasalahan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab orangtua dan instansi terkait, tapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat sekitar sebagai rasa kepedulian,” ujarnya.
Tak hanya itu, papar Agus, guna menekan angka kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak, DP2KBP3A Kabupaten Banjar saat ini tengah menggodok pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (UPTD PATBM) yang dapat memberikan layanan secara teknis berdasarkan instruksi Kementerian.
“Karena dalam permasalahan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak, sebenarnya DP2KBP3A Kabupaten Banjar tidak dapat memberikan layanan secara teknis, hanya bertugas sebagai tempat koordinasi, advokasi, dan pencegahan. Sedangkan untuk layanan secara teknis sebenarnya ada di UPTD PATBM. Tapi, selama ini, tetap kita kerjakan semuanya,” tuturnya.
Agustina mengakui, terkait kajian akademiknya telah diproses DP2KBP3A Kabupaten Banjar agar mendapatkan rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjar yang hingga kini belum memiliki UPTD PATBM.
“Kita sebenarnya sudah satu kali melaksanakan kegiatan sosialisasi tentang PATBM sebelum dilakukan rasionalisasi anggaran akibat pandemi Corona Virus Disease (Covid-19). Bahkan, dari total anggaran di bidang kami sebesar Rp26 Juta, sebanyak Rp14 Juta untuk rujukan kasus ke psikolog dirasionalisasi hingga tersisa Rp8 Juta saja. Sedangkan untuk satu kasus rujukan itu sebesar Rp350.000,” bebernya.
Kendati di tengah keterbatasan anggaran, Agustina menyatakan DP2KBP3A tetap memberikan layanan untuk korban kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak, seperti yang menimpa Bunga (Nama Samaran) yang masih berusia 13 tahun yang diduga menjadi korban kasus pencabulan oleh pamannya sendiri, yakni JMI (57), warga Kecamatan Cintapuri Darussalam pada Februari 2021 lalu.
“Terkait kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur di Kecamatan Cintapuri Darussalam tersebut, surat permintaan pemeriksaan psikologi anak yang menjadi korban tersebut baru kami terima pada Jumat 19 Februari 2021 kemarin dari Polres Banjar. Selanjutnya, yang bersangkutan akan kami tanya apakah bersedia dilakukan pemeriksaan psikologisnya? Kalau bersedia, selanjutnya akan kami lakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan rumah sakit yang bersangkutan, guna memotong proses administrasi yang cukup panjang, sehingga psikologi orang yang menjadi korban tidak terganggu,” ungkapnya.
Agustina pun menambahkan, terkait hasil pemeriksaan psikologis korban yang diterimanya dari rumah sakit akan kembali diserahkan ke Polres Banjar. “Kami pun akan melakukan pemantauan terkait perkembangan korban di lingkungannya. Serta mencaritahu bagaiman pola asuh orang tua korban, dan lingkungan sekitar korban. Kalau ada didapati baik pola lingkungan atau pola asuh korban kurang, contoh abai terhadap anaknya, maka kita akan berikan intervensi baik terhadap orang tua korban mau pun lingkungannya,” pungkasnya.(Zai/klik)