SABISA, Cara Jabar Maksimalkan Potensi Bisnis di Desa

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

BANDUNG – Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat mendorong potensi desa, baik Sumber Daya Alam (SDA) maupun sosio kultural, supaya dapat didayagunakan menjadi potensi ekonomi/bisnis dengan prinsip berkelanjutan.

Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPM-Desa) Jawa Barat Bambang Tirtoyuliono, untuk mencapainya, perlu peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan skill entrepreneur. Salah satu strategi yang dilakukan Pemda Provinsi Jabar yaitu melalui program SABISA atau Sakola Bisnis Desa, yang dimulai pada tahun ini dengan menghadirkan para kepala desa dan 100 direktur BUMDesa.

“Kepala desa dan direktur BUMDesa memiliki peranan penting dalam mengembangkan potensi desa. Kehadirannya diharapkan memaksimalkan potensi desa dengan prinsip berkelanjutan dan memperhatikan kearifan lokal sehingga mampu memberi dampak bagi kesejahteraan masyarakat di perdesaan yang jumlahnya mencapai 72 persen dari total jumlah penduduk di Jabar,” tuturnya.

Bambang berharap, melalui SABISA, BUMDesa mampu bertransformasi menjadi model usaha yang lebih profesional untuk memajukan perekonomian masyarakat pedesaan.

“Dari 5.312 desa di Jawa Barat, terdapat 4.921 BUMDesa. Namun belum semua aparatur desa dan direktur BUMDesa mampu menjalankan bisnisnya dengan baik. Hal ini sangat terkait dengan masih terbatasnya wawasan dan skill bisnis,” ucapnya.

Bambang berharap, program SABISA mampu meningkatkan dan mengembangkan bisnis BUMDesa, sehingga bisa memberi kesejahteraan bagi masyarakat. Dalam program yang diikuti kepala desa dan direktur BUMDesa ini, mereka akan mendapatkan pelatihan dari pemateri yang terdiri dari akademisi, pelaku usaha, perbankan, dan Kementerian Desa.

“Para utusan dari masing-masing desa akan dilatih mengenai operasionalisasi BUMDesa mulai dari pengenalan potensi hingga pembentukan ekosistem. Mereka akan diajari cara menggali potensi desanya seperti apa, bagaimana cara untuk menjual produknya, termasuk dengan membentuk pasarnya seperti apa,” jelas Bambang, saat meluncurkan program SABISA di Bandung, Kamis (08/04/2021).

BACA JUGA :
Diikuti 22 Ribu Pemilih, Pemilu IA ITB Digelar Pekan ini

Bambang menambahkan, dengan cara seperti itu, nantinya BUMDesa mampu membuat produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar dan para kepala desa bisa saling mengenal dan bersinergi untuk mengetahui potensi dan kebutuhan masing-masing.

“Dengan begitu, setiap BUMDesa akan saling mendukung, bukan saling bersaing. Ada rantai nilainya juga, berperan dari hulu ke hilir. Mana desa berperan di hulu, mana di hilir. Jadi bisa membenahi rantai pasok,” imbuhnya.

Bambang juga berharap BUMDesa menghasilkan produk yang semua bahannya lokal, berasal dari desa sekitar dan para lulusan SABISA bisa menjadi model dalam pengelolaan BUMDesa yang baik.

“Mereka akan menjadi contoh bagi BUMDesa yang lain, tentang pengelolaan dan model bisnis yang bagus,” tambahnya.

Di tempat yang sama, akademisi Universitas Padjajaran Bandung Dwi Purnomo mengatakan, keberadaan BUMDesa sangat erat kaitannya dengan kepala desa karena BUMDesa ini kan dibentuknya oleh pemerintah desa.

“Para aparatur desa ini memiliki pengetahuan yang terbatas tentang tata kelola BUMDesare. Bahkan banyak kepala desa yang tidak memiliki kepedulian terhadap badan usaha tersebut. Jangan sampai warga desanya ingin maju, tapi dari pemerintah desanya enggak ada dukungan,” ujarnya.

Oleh karena itu, menurut Dwi, perlu ada pemahaman yang sama antara kepala desa dengan warga khususnya pengelola BUMDesa. Dalam SABISA ini, akan mengajak kepala desa dan pengelola BUMDesa untuk menyusun rencana kerja secara bersama-sama. Melalui cara ini, dia berharap para penentu kebijakan ini bisa mengetahui kontekstual bisnis di masing-masing daerahnya.

“Jadi bukan hanya membuat produk yang kemudian dikenalkan, tapi harus ada inovasi, mereka pun akan diberi pemahaman tentang menggali potensi di desa, berinovasi, hingga mencari sumber dana. Dulu basisnya produk, sekarang di era digital kepala desa dan pengurus BUMDes harus mampu melihat perubahan. Perlu kolaborasi, saat ini kekuatannya di sumber daya manusia yang harus kreatif,” jelasnya. (rilis)

Scroll to Top