klikkalimantan.com, PARINGIN – Siring bagian luar bangunan utama Bendung Pitap di Desa Nungka, Kecamatan Awayan, Kabupaten Balangan, kembali ambruk, yang disinyalir akibat banjir beberapa waktu lalu.
Menurut Adul, warga sekitar Bendung Pitap, ambruknya siring bendung tersebut sudah terjadi lebih dari sebulan lalu, tepatnya sesaat setelah banjir akhir tahun 2021.
“Iya, ambruk pas banjir kemarin,” ujarnya saat ditemui sedang memancing di areal Bendung Pitap, Senin (17/1/2022).
Dilihat di lokasi, siring luar Bendung Pitap yang ambruk lumayan panjang dan lebar. Selain itu, juga terdapat retakan-retakan pada bagian siring lainnya di sekitar siring yang ambruk tersebut.
Jika tidak dilakukan perbaikan atau penangan segera, dikhawatirkan bagian lain dari siring tersebut juga akan turut ambruk, karena sudah terlihat retakan-retakan lainnya.
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan II, selaku pemilik atau penanggung jawab Bendung Pitap, sudah mengetahuinya dan melakukan pengusulan perbaikan.
“Usulan program perbaikan sudah kita kirimkan bulan Desember lalu ke Direktorat OP Kementerian, dengan usulan tanggal darurat sesuai SK Bupati terkait tanggap darurat. Namun ini diperlukan waktu untuk prosesnya,” kata Kasatker BWS Kalimantan II, Nova Swara, saat dimintai tanggapannya, Selasa (18/1/2022).
Menurut Nova, pihaknya juga mengajukan anggaran tambahan ke Direktorat OP untuk perbaikan siring tersebut, dimana usulan tersebut sedang diajukan.
“Intinya, kita akan melakukan perbaikan atau penanganan siring tersebut secepatnya, jika anggarannya tersedia,” tegasnya.
Sekadar diketahui, proyek pembangunan Bendung Pitap ini awalnya didanai melalui sharing APBD dan APBN, dan kemudian diambil alih Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, di bawah Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan II, dan selesai dibangun tahun 2018 silam.
Bendungan Pitap merupakan salah satu rencana pengembangan areal irigasi baru di Kalsel. Daerah Irigasi (DI) Pitap diharapkan dapat mengairi sawah seluas lebih kurang 4.000 hektare, dan meningkatkan produksi pangan dengan menggunakan sistem tanam dua kali dalam satu tahun.
Pembangunannya dimulai Tahun Anggaran 2004, dimana pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp11 Miliar lebih. Kemudian tahun anggaran 2005 Rp 14 Miliar lebih, dan 2006 sebesar Rp22 miliar lebih.
Selanjutnya, 2007 Rp19 miliar lebih, tahun anggaran 2008 Rp9 Miliar lebih, 2011 Rp22 Miliar lebih, 2016 Rp85 miliar lebih untuk penyelesaian proses pembebasan lahan dan pembangunan fisik untuk areal saluran/jaringan irigasi sekunder dan tersier, dan dilanjutkan tahun 2017 dengan pekerjaan penyelesaian saluran sekunder dan tersier.(rdh/klik)