Varinia: Politik di Indonesia Menganut Paham Oligarki

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

klikkalimantan.com, MARTAPURA – Akademisi/Dosen Fisip Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Varinia Pura Damaiyanti, menyebut politik di Indonesia menganut paham oligarki.

Pernyataan tersebut diungkapkan Varinia Pura Damaiyanti usai menyampaikan materi dalam kegiatan Sosialisasi Peraturan Pengawasan Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang digelar Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Banjar di salah satu hotel di Kota Banjarbaru, Kamis (1/12/2022).

“Banyak pihak menyebutkan bahwa Indonesia ini sebetulnya menganut paham oligarki yang menyamar sebagai negara demokrasi. Bahkan, politik di Indonesia dikatakan sudah mengarah ke sana, sehingga rakyat kita seakan-akan tidak memiliki kekuasaan, dan kekuasaan hanya dimiliki segelintir orang atau kelompok tertentu,” ujarnya kepada sejumlah awak media.

Kalau seperti itu, papar Varinia Pura Damaiyanti, seakan-akan pemegang kekuasaan tertinggi itu ada di dalam kelompok tertentu yang memiliki kepentingan untuk segelintir orang saja.

“Sedangkan dalam paham demokrasi, pemegang kekuasaan tertinggi itu ada pada rakyat, bukan pada kelompok tertentu. Kalau hanya segelintir orang yang tergabung dalam kelompok sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, itu kan cirinya oligarki. Mungkin, kita masih malu menyebut negara kita sebagai oligarki,” katanya.

Hal tersebut, lanjut Varinia, tentunya bukan tanpa sebab. Pasalnya, sejak dulu Negara Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, kesetaraan, serta rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Indonesia.

“Karenanya, kalau kita mengubah negara Indonesia menganut paham oligarki, seakan-akan melakukan perbuatan dosa besar. Tapi, pada kenyataannya paham oligarki tetap dijalankan,” ucapnya.

Imbas adanya perspektif tersebut, lanjut Varinia, akan menciptakan pertarungan antar kekuatan kelompok untuk mengambil suara rakyat.

“Jadi, rakyat kita saat ini seakan-akan dihadapkan pada pilihan berpihak kepada siapa. Padahal, secara semangat demokrasi, rakyat itu memberikan mandat kepada dia yang mereka pilih, bukan berpihak kepada siapa. Beda kan…? Karena semangat demokrasi tidak seperti itu,” bebernya.

BACA JUGA :
KPU Diduga Terima Gratifikasi, Bawaslu Sebut Secara Etika Salah

Karenanya, Varinia berharap Bawaslu Kabupaten Banjar lebih partisipatif dalam melakukan pengawasan, dan mendekatkan diri kepada stakeholder terkait, tak terkecuali kepada tokoh pemuka agama, khususnya dalam mencegah money politics (politik uang).

“Apapun bentuknya, politik uang ini kan haram. Jadi, peran ulama ini sangat penting,” tuturnya.

Selain itu, Varinia mengaku tidak setuju dengan usulan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup yang saat ini bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK), pasca sejumlah kader partai politik (Parpol) melakukan gugatan.

“Saya juga tidak setuju dengan proporsional tertutup, meskipun ada sisi negatif dan positifnya. Karena, dengan sistem proporsional tertutup justru akan memberatkan kader-kader baru yang memiliki semangat dan idealisme namun tidak memiliki kekuatan di dalam organisasi Parpol,” ungkapnya.(zai/klik)

Berita Terbaru

Scroll to Top