klikkalimantan.com, MARTAPURA – Atasi persoalan genangan air di ruas Jalan Pintu Air RT9 hingga RT11, Kelurahan Tanjung Rema Darat, Kecamatan Martapura, Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten Banjar rencanakan pembangunan drainase.
Perihal tersebut diketahui klikkalimantan.com saat Dinas PUPRP melakukan kegiatan Mutual check awal (MC-0) untuk melakukan perhitungan volume item pekerjaan di lapangan, didampingi pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Banjar yang memberikan pendampingan hukum (Legal Assistance), Rabu (5/4/2023).
Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air (SDA), Iwan Junaidi, melalui Hamidhan Nooryansyah selaku Kepala Seksi (Kasi) Drainase Operasional dan Pemeliharaan Dinas PUPRP, mengatakan, pembangunan drainase di samping ruas Jalan Pintu Air tersebut akan dikerjakan dengan total panjang 298 meter berdasarkan rencana dalam kontrak.
“Titik outlet pembangunan di samping Jembatan Pintu Air, tepatnya di depan Pondok Lesehan Intan sampai di titik akhir melewati Gg Fatmaraga I. Sumber anggaran dari APBD Murni Tahun Anggaran (TA) 2023 dengan nilai Rp626.355.214,” ujarnya.
Sedangkan untuk rencana pengerjaan, lanjut Hamidhan, akan dimulai pada 5 April 2023 sesuai dengan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK).
“Saat ini penyedia masih tahap persiapan awal. Karena ruas jalan tersebut padat arus lalulintas, untuk metode pengerjaannya terlebih dahulu akan mempersiapkan material fabrikasinya, sebelum melakukan penggalian. Efektif pengerjaan kemungkinan setelah Lebaran Idul Fitri,” ucapnya.
Untuk volume drainase, papar Hamidhan, akan dibangun selebar 60 Cm dengan ketinggian 80 Cm menggunakan penutup plat fabrikasi dengan kisi-kisi memiliki lubang resapan air.
“Pada jarak tertentu akan kita pasang grill tempat resapan air,” katanya.
Di tempat yang sama, Echo Aryanto Pasodung selaku Kepala Seksi (Kasi) Datun Kejari Kabupaten Banjar menegaskan, kehadirannya dalam kegiatan MC-0 tersebut untuk memastikan agar gambaran perencanaan pembangunan drainase nantinya sesuai dengan fakta di lapangan.
“Karena itu perlu dilakukan pendamping hukum atau Legal Assistance. Sehingga, saat dilakukan MC-0 seluruh pihak terkait, baik PPK, Konsultan Perencana, Pelaksanaan, hingga pengawal teknis kegiatan terjun langsung ke lapangan guna menghindari potensi kelebihan atau kekurangan volume pengerjaan,” bebernya.
Hal tersebut dikarenakan kegiatan MC-0 akan menggambarkan Contract Change Order (CCO) apabila ada terjadi perubahan perencanaan awal pada proyek.
“Jadi, pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan Undang-undang (UU) tentang pengadaan barang dan jasa. Kegiatan pendampingan ini sebagai bentuk upaya kami dalam memberikan edukasi, bahwa setiap tahapan harus dilakukan, guna mencegah terjadinya permasalahan hukum,” tegasnya.
Karenanya, tambah Echo Aryanto, setiap tahapan pengerjaan proyek akan selalu dilakukan monitoring evaluasi (monev), agar pengejaran proyek sesuai dengan spesifikasinya.(zai/klik)