klikkalimantan.com, BANJARMASIN – Untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Asli Daerah (BPKPAD) secara bertahap melakukan singkronisasi dana dan penagihan.
Menurut Kepala BPKPAD Kota Banjarmasin, Edy Wibowo, sejak diserahkannya kewenangan penarikan PBB dari KPP Pratama ke Pemerintah Kota( Pemko), masih menyisakan masalah utang PBB yang mencapai Rp100 miliar lebih.
“Sebab, slip PBB yang kita cetak tidak tertagih. Sehingga menjadi catatan utang. Sekian ribu yang kita cetak, tapi yang kembali hanya sebagian saja. Akibatnya, sebagian lagi yang tidak kembali menjadi catatan tunggakan atau piutang,” katanya.
Edy menyebutkan, persoalan ini disebabkan beberapa factor. Misalnya beberapa objek PBB masih tercatat hingga kini. Padahal, beberapa objek PBB sudah tidak ada lagi. Contohnya rumah-rumah yang dulunya ada di sepanjang Jalan Jafri Zamzam dan kawasan Jalan Pieri Tendean.
“Ini masalah yang selama ini kita hadapi. Secara bertahap kita lakukan pendataan dan sinkronisasi data, supaya bisa dihapuskan,” sebutnya.
Edy menambahkan, untuk proses penghapusan pun manjadi kendala tersendiri. Sebab, ada aturan yang mengaturnya. Nominal utang PBB di atas Rp5 miliar harus melalui persetujuan Dewan. Kalau yang melalui Kepala Daerah, nominalnya harus di bawah itu.
“Kalau hanya Kepala Daerah, tentunya sangat sedikit, hanya sekitar Rp 1 miliar saja. Tentunya perlu tahunan untuk menyelesaikan masalah ini,” ujarnya.
Lebih jauh Edy memaparkan, tiap tahun slip PBB diterbitkan. Tahun ini saja ada sekitar 300 ribu, namun tidak seluruhnya dibayar masyarakat, dan itu menjadi tunggakan atau piutang. Agar tunggakan tak bertambah dan tidak semakin besar, pihaknya sudah pula menggiatkan sosialisasi.
“Dari denda pembayaran pajak PBB dari tahun 2021 mencapai Rp 840 juta, tahun 2022 mencapai Rp 1,3 miliar. Artinya, tingkat kesadaran masyarakat untuk taat bayar PBB masih rendah,” katanya.(sin/klik)