klikkalimantan.com, MARTAPURA – Targetkan Kabupaten Banjar Layak Anak (KLA) kategori Nindya. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjar melalui Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AP2KB) gelar Rapat Koordinasi (Rakoor) Gugus Tugas KLA 2024.
Kepala Dinsos P3AP2KB Kabupaten Banjar, Dian Marliana, mengatakan, Rakor yang dihadiri semua instansi vertikal serta stakeholder terkait tersebut sebagai bentuk komitmen yang kuat untuk mewujudkan Kabupaten Banjar Layak Anak.
“Mudah-mudahan dengan komitmen yang kuat kita dapat membangun KLA, dan memenuhi hak-hak anak. Minimal 31 hak anak dapat dipenuhi Pemkab Banjar. Diantaranya Hak Hidup Anak, Hak Berkembang, termasuk menyediakan Ruang Bermain Ramah Anak (RBA),” katanya.
Didampingi Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Dinsos P3AP2KB Kabupaten Banjar, Merilu Ripner, Dian Marliana menegaskan bahwa raihan penghargaan KLA kategori Nindya bukan target utamanya.
“Penghargaan bukan tujuan utama kita. Tapi, yang kita utamakan adalah pemenuhan hak-hak terhadap anak di Kabupaten Banjar. Dengan komitmen yang kuat, ditambah ada data dukungnya, kita bisa meraih kategori tersebut, karena kita hanya memerlukan 16 poin saja lagi,” ucapnya.
Lalu, apakah keberadaan anak gelandangan, pengemis, dan pengamen (gepeng) yang kerap disebut anak punk, yang kebanyakan masih berusia di bawah umur, juga berpengaruh terhadap indikator perolehan penghargaan KLA kategori Nindya, mengingat di Pasar Kawasan Wisata Kuliner Barokah, dan di traffic light perempatan Jalan Batuah, Kecamatan Martapura, masih kerab terlihat aktivitas mereka?
Dian Marliana memastikan hal tersebut sangat berpengaruh.
“Karena itu kami sering melakukan razia melalui Kepala UPTD PPA, bekerjasama dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Banjar. Karena melakukan eksploitasi anak untuk mencari uang, baik dengan cara mengemis, jadi badut, mengamen, dan lain sebagainya itu, tidak diperbolehkan,” tegasnya.
Apa penyebab masih maraknya aktivitas ekploitasi anak di Kabupaten Banjar, salah satunya seperti mengemis di jalanan?
Dian Marliana menjelaskan, dikarenakan orangtua anak tidak memiliki tempat untuk menitipkan anaknya.
“Yang melakukan kegiatan mengemis memang orangtuanya, karena tidak mungkin ditinggal di rumah, sehingga tetap di bawa. Karena itu, ketika terjaring razia langsung kita berikan edukasi dan sosialisasi bahwa tidak boleh melibatkan anak dalam aktivitasnya. Karena hak anak, seperti mengenyam pendidikan dan lain sebagainya, harus dipenuhi,” ucapnya.
Sedangkan mengenai keberadaan anak punk yang mulai ramai di Kabupaten Banjar, Dian Marliana menyebutkan bahwa mereka berasal dari luar daerah Kabupaten Banjar.
“Kebanyakan anak punk berasal dari daerah lain atau warga pendatang. Tapi, ketika terjaring razia tetap kita lakukan pembinaan. Faktornya dikarenakan broken home, sehingga tidak mendapatkan perhatian dari keluarganya. Juga tidak ada yang merawat, menjaga, dan menafkahinya,” tuturnya.
Sedangkan salah satu upaya untuk mencegah masih maraknya aktivitas ekploitasi anak, Dinsos P3AP2KB Kabupaten Banjar saat ini tengah menjalankan program peningkatan kualitas pelayanan. Baik untuk ketahanan ekonomi, sosial, maupun budaya yang akan dibentuk.(zai/klik)