Ribuan Ikan Budidaya di Kecamatan Karang Intan Mati

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

klikkalimantan.com – Ribuan ikan jenis nila dan mas siap panen milik pebudidaya ikan di tiga desa; Desa Awang Bangkal, Sungai Asam, dan Sungai Alang di Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan mati sejak tiga hari terakhir.

Syaifullah, salah seorang pemilik jala apung di Desa Sungai Asam mengaku baru mengetahui ikan mati sekitar pukul dua dini hari, Minggu (13/10/2019). Sejak itu, jumlah ikan yang mati terus bertambah.

“Dalam satu jala apung tak kurang 3.000 ikan jenis nila dan mas seberat 3 ton mati saban harinya” ujar Syaifullah, Selasa (15/10/2019).

Akibatnya, pria yang akrab disapa Amang Fullah ini merugi. Karena harga ikan yang semula Rp30.000 per kilogram, anjlok menjadi Rp10.000 lantaran kematian mendadak ikan.

Ia menegarai, penyebab ikam mati massal disebabkan debit air sungai yang terus surut dari yang kedalamam 15 meter menjadi hanya 5 meter.

Penurunan drastis debit air yang disebabkan tiga pintu air di Bendung Riam kanan hanya buka satu.

Tak sanggup menangani sendiri lantaran saking banyaknya ikan yang mati,m, Amang Fullah berharap pemerintah daerah turun tangan membantu menanggulangi limbah bangkai ikan yang terus bertambah.

Menanggapi permasalahan tersebut, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Banjar, Riza Dauly pun mengaku, sejak 14 Oktober 2019 lalu tim dari Dinas Perikanan Banjar sudah turun untuk melakuka peninjauan langsung terhadap ribuan ikan mati milik pembudidaya di tega desa Kecamatan Karanag Intan.

“Dari hasil tinjauan kita dilapangan didapati kadar oksigen air sangat rendah yakni berada di 1,4 persen, mestinya batas ambang kadar air berada di 4 persen. Bahkan pH air pun sangat asam, tentunya ini yang menjadi penyebab matinya ribuan ikan,” Ucap Dauly.

BACA JUGA :
Kasus Dugaan Mark Up Perjadin, Kejari Tunggu Hasil Audit BPKP

Dikatakan Dauly, sejak jauh hari yakni, pada Agustus-Oktober 2019, Dinas Perikanan sudah mengimbau pembudiaya ikan jala apung di Kecamatan Karang Intan, agar mengatur penebaran benih dan dan memanen ikan yang sudah siap konsumsi.

“Kejadian seperti ini kan berulang saban tahunnya. Apalagi di 2019 kali ini kemarau yang melanda sangat panjang. Siklus ini delapan tahunan ini selalu terjadi, hingga menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang sangat masif dan berdampak pada kurangan debit air,” ungkapnya.

Untuk itu, sebagai langkah awalnya, Riza pun kembali mengimbau, agar pembudidaya ikan segara mengangkat bangkai ikan yang sudah mati karena dikhawatirkan akan mencemari air sungai hingga berdampak matinya ikan pembudidaya yang berada dihilirnya seperti yang terjadi pada 2014 lalu.

“Bisa berdampak pada kematian ikan yang sangat masif nantinya. Bahkan, kami surati PLN, Komisi Irigasi Kabupaten Banjar, dan Komisi Irigasi Kalimantan Selatan sudah berproses untuk meminta agar pihak terkait dapat mengatur turbin air. Sehingga pembudidaya ikan kami mendapat suplai air mengalir yang mencukupi,” pungkasnya.(zai/klik)

Berita Terbaru

Scroll to Top