Keramba dan Jala Apung di Sungai Riam Kanan, Antara Ladang Pangan dan Pencemaran

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

klikkalimantan.com – Menggunakan cangkul dan sebilah linggis, Zainuddin menggali sebuah lubang di bantaran sungai tak jauh dari rumahnya di Desa Pingaran Ulu, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Belum terlalu dalam pria hampir paruh baya ini menggali, baru setinggi dada, air sudah menggenangi dasar lubang. Tak terlalu jernih, namun cukup layak untuk mandi dan mencuci.

Menggali lubang untuk mencari sumber air alternatif dilakukan Zainuddin lantaran air Sungai Riam Kanan yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari, tercemar oleh jutaan bangkai ikan, milik pebudidaya sejumlah desa di Kecamatan Karang Intan yang mati sejak Minggu (13/10/2019)

“Tidak berani lagi mandi dan mencuci sungai karena airnya bau, takut gatal-gatal,” kata Zainuddin sembari terus menggali dibantu sang istri.

Zainuddin hanya satu dari ratusan warga yang tinggal di bantaran Sungai Riam Kanan terdampak matinya jutaan ikan jenis nila dan mas milik pebudidaya di Kecamatan Karang Intan yang merupakan hulu Sungai Riam Kanan.

Karena menurut Irwan Kumar, Kepala Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjar, di Kecamatan Karang Intan saja ada delapan desa krisis air bersih dampak tercemarnya air SungaiRiam Kanan. Bangkai ikan yang terlarut ke hilir, membuat sejumlah desa ikut menanggungnya, di antaranya Desa Pingaran Ulu dan Ilir di Kecamatan Astambul, dan Desa Tambak Baru di Kecamatan Martapura.

“Untuk keperluan air bersih, kami sudah siapkan puluhan tandon yang airnya kami drop menggunakan dua unit mobil tangki. Unit mobil dampak milik UPT Damkar Kabupaten Banjar dan damkar swasta juga ikut mengirim air untuk mengatasi krisis air bersih,” kata Irwan Kumar.

***

Matinya jutaan ikan budidaya di wilayah Kecamatan Karang Intan dan berdampak pada tercemarnya air Sungai Riam Kanan, bukan kali pertama terjadi. Kejadian serupa beberapa kali  pernah terjadi pada 1997, 2012, dan 2014.

BACA JUGA :
Pemko Banjarbaru Dapat Penghargaan Kompetisi P4, Wali Kota: Jangan Ueforia

Penyebabnya sama, penurunan drastis air sungai dampak kemarau panjang dan pola pengaturan air oleh PLTA PM Noor di Waduk Riam Kanan yang membuat air di Sungai Riam Kanan dangkal tanpa arus. Akibatnya, oksigen dalam air berkurang dan membuat ikan-ikan dalam jala apung milik warga Kecamatan Karang Intan yang mayoritas menggantungkan hidup dari budidaya ikan, mati massal.

Data pada Dinas Perikanan Kabupaten Banjar, saat ini ada 370 warga di Kecamatan Karang Intan berprofesi sebagai pebudidaya ikan dengan jumlah jala apung sebanyak  1.731 buah.

Reza Dauly, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Banjar mengatakan, pihaknya sudah jauh hari mengimbau dan bersosialisi kepada pebudidaya untuk mengurangi jumlah tebar bibit ikan lantaran debit air sungai yang surut di musim kemarau.

“Tebar setengahnya saja, yang punya lima jala apung misalnya, tebar dua. Karena memang kondisi air sungai yang surut di musim kemarau riskan terjadi kematian ikan. Dan ternyata benar,” kata Reza Dauly.

Alhasil, kerugian dalam taksiran nilai miliaran rupiah mesti ditanggung pebudidaya. Diperkirakan Reza, total kerugian akibat matinya ikan mencapai Rp50 Miliar. “Namun versi pebudiya sekitar Rp130 Miliar karena dihitung per ikan sesuai saat tebar benih,” ujarnya.

Tanpa Badan Hukum, Tak Ada Bantuan untuk Pebudidaya

Warga di tiga desa di Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan yang mayoritas menggantungkan hidup dari budidaya ikan dalam keramba dan jala apung saat ini sedang dirundung duka. Berton-ton ikan jenis nila dan mas siap panen mati mendadak sejak tiga hari terakhir.

Keuntungan dari panen ikan yang sudah di pelupuk mata, seketika berubah petaka. Kerugian dari matinya ikan mencapai Rp50 juta per jala apung. Dikalkulasi keseluruhan di tiga desa; Desa Sungai Alang, Sungai Asam, dan Awang Bangkal, kerugian ditaksir mencapai miliaran rupiah.

BACA JUGA :
Pengamalan Tri Dharma Perguruan Tinggi, Mahasiswa IAT UIN Antasari Lakukan Pengabdian Kepada Masyarakat

“Satu pebudidaya rata-rata punya lima jala apung. Bahkan ada punya sampai 30 jala apung,” ujar Syaifullah, pebudidaya ikan di Desa Sungai Alang, Karang Intan.

Kerugian yang mesti ditanggung sendiri para pebudidaya. Termasuk upaya bangkit kembali untuk menebar benih ikan periode berikutnya.
Karena besar kemungkinannya, tak akan ada bantuan disalurkan pemerintah daerah untuk para pebudidaya.

Riza Dauly, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Banjar mengatakan, pihaknya tak dapat berbuat banyak, utamanya penyaluran bantuan bibit ikan.

Penyebabnya menurut Riza, mayoritas pebudidaya berdiri sendiri. Kalaupun tergabung dalam kelompok, tidak berbadan hukum. Sedangkan peraturannya saat ini, penerima bantuan hibah mesti berbadan hukum, minimal berbentuk koperasi. Sedangkan di Kabupaten Banjar, hanya ada satu koperasi bidang perikanan, itu un di Kecamatan Aranio.

Riza mengaku hanya bisa mengimbau pebudidaya ikan secepatnya memanen ikan yang sudah cukup usia guna menghindari kerugian yang lebih besar.
Imbauan juga disampaikan agar pebudidaya mengangkat bangkai ikan dari bantaran sungai. Karena ditakutkan bangkai ikan akan mencemari air sungai dan berdampak pada kematian ikan berikutnya.

Akan Diatur Perbup

Kematian massal ikan di sejumlah desa di Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan beberapa waktu, dan bedampak pada tercemarnya air Sungai Riam Kanan hing ke Martapura oleh jutaan bangakai ikan, menjadi pemantik bagi pemerintah daerah menerbitkan sebuah regulasi untuk mengatur pola budidaya ikan dalam keramba dan jala apung di bantaran sungai.

Kepala Dinas Perinakanan Kabupaten Banjar, Reza Dauly mengatakan, regulasi dalam wujud Peraturan Bupati (Perbup) saat ini dalam tahap penyusunan. “Targetnya draft peraturan bupati sudah harus rampung dalam sepuluh hari untuk selanjutnya disampaikan dan disahkan oleh bupati,” katanya, Kamis (24/10/2019).

BACA JUGA :
Bupati Hadir di Peringatan Milad Muhammadiyah

Disampaikan Reza kisi-kisi isi perbup akan mengatur jenis dan ukuran keramba dan jala apung, maksimal terbar benih per jala apung, hingga jenis ikan budidaya yang dinilai cepat pertumbuhunnya. “Seperti di Waduk Jati Luhur di Jawa Barat, satu pebudidaya hanya diperbolehkan maksimal memiliki 10 jala apung,” kata Reza.

Akan diatur pula dalam perbup, kata Reza, ihwal perijinan budidaya ikan. Karena diakuinya hingga saat ini, budidaya ikan masuk kategori illegal. Padahal, aktifitas budidaya ikan yang tak terkendali berdampak pada pencemaran air dan lingkungan. Karena itu, akan dilibatkan pula sejumlah instansi terkait dalam penyusunannya.

Ditegaskan Reza, tujuan adanya perbup bukan untuk menertibkan atau melarang aktifitas budidaya ikan dalam keramba di sungai. Namun untuk mengatur dan meminimalisir dampak yang ditimbulkan. Tak terkeculi dampak kerugian materi yang ditanggung pebudidaya akibat kematian massal ikan seperti yang terjadi belum lama.

Karena saat ini, jumlah jala apung di Sungai Riam Kanan di wilayah Kecamatan Karang Intan sebanyak 1.731 jala apung dengan jumlah pebudidaya sebanya 370 orang. “Harapannya para pebudidaya mau mendengarkan dan mengikutinya. Karena sebelum terjadinya kematian massal ikan, imbauan untuk mengurangi jumlah tebar bibit ikan sudah dilakukan jauh-jauh hari. Mengingat debit air sungai pasti turun dampak kemarau,” kata Reza. (klik)

 

 

Scroll to Top