klikkalimantan.com, MARTAPURA – Bangunan sekolah mengalami keretakan, dan hampir ambruk. Siswa Sekolah Dasar Neger (SDN) Sungkai 1, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Banjar menerapkan sistem belajar secara shift atau bergantian, sistem ini diterapkan, sudah satu tahun lebih.
Upaya tersebut dilakukan pihak sekolah guna menghindari hal-hal yang tak diinginkan, sebab bangunan dua lantai yang mengalami keretakan tersebut sebelumnya difungsikan sebagai ruang kelas belajar mengajar.
“Awalnya bangunan ini difungsikan untuk kelas 1, 2, dan kelas 3 untuk di lantai I, sedangkan di lantai II digunakan untuk kelas 4, 5, dan kelas 6. Karena teras bangunan lantai II terjadi penurunan atau kemiringan sekitar 7 Cm hingga 10 Cm, jadi kami ambil kebijakan untuk tidak memfungsikan,” ujar Kepala SDN Sungkai 1, Ahyani pada Rabu (9/4/2025).
Terkait perihal tersebut tentunya sudah dilaporkan SDN Sungkai 1 ke Disdik Kabupaten Banjar, dan menyarankan pihak sekolah untuk mencari solusi agar proses belajar mengajar tetap berjalan lancar, yakni menggunakan ruang kelas lain, hingga ruang perpustakaan.
“Untuk total ruang kelas ada sekitar 12 unit dengan total 347 siswa, karena 6 unit bangunan rusak, sehingga kita memanfaatkan 6 ruang kelas yang tersisa plus ruang perpustakaan secara bergantian atau sistem shift. Kebetulan SDN Sungkai 1 memiliki rombel paralel,” kata Ahyani.
Sedangkan untuk jadwal belajar mengajar, lanjutnya lebih jauh, terpaksa mengurangi durasi belajar mengajar, sebab dalam satu rombel sekitar 20 hingga 25 siswa.
“Untuk sistem belajar kita menerapkan sistem shift, yakni dari pukul 70.30 Wita hingga pukul 11.00 Wita untuk shift pagi, dan dari pukul 11.00 Wita hingga pukul 13.00 Wita untuk shift siang. Memang untuk durasi belajar mengajar kita kurangi, kalau durasi belajar seperti kegiatan normal tentu akan sampai pukul 17.00 Wita baru selesai,” ucapnya.
Tak hanya itu, Ahyani jug memastikan bahwa Disdik Kabupaten Banjar berjanji akan melakukan rekonstruksi bangunan SDN Sungkai 1 yang retak tersebut, dan sudah melakukan kajian untuk mengetahui penyebab retakan bangunan sekolah yang tentunya dapat membahayakan keselamatan para siswa.
“Berdasarkan hasil analisis Tim Ahli Bangunan Gedung dan Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten Banjar, kerusakan terjadi pada pondasinya, karena bangunan tidak diperuntukkan bertingkat. Tapi, karena keterbatasan lahan, dan memerlukan ruang kelas yang banyak sehingga dibangun lagi lantai II,” beber Ahyani.
Selain faktor tersebut, Ahyani juga menyebutkan peristiwa gempa yang terjadi pada Februari 2024 lalu juga memicu terjadinya retakan pada bangunan akibat adanya pergeseran kontur tanah berdasarkan hasil pemeriksaan tim ahli.
“Saya kurang tahu persis dokumen bangunan ini diselesaikan tahun berapa, karena saya baru sekitar tiga tahun bertugas di sekolah ini, kalau tidak salah tahun 2018,” tutupnya.(zai/klik)