Selasa, Desember 2, 2025
BerandaBanjarKomisi I DPRD Banjar Optimis Raperda Penanggulangan Karhutla Rampung Awal 2026

Komisi I DPRD Banjar Optimis Raperda Penanggulangan Karhutla Rampung Awal 2026

klikkalimantan.com, MARTAPURA – Disusun 2023, sempat masuk Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) pada 2024, namun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Sistem Penanggulangan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) tak kunjung diketok menjadi perda.

Alot, menurut Ketua Komisi I DPRD, Amiruddin lantaran masih berupaya mengakomodir kearifan lokal, khususnya berkaitan dengan pembakaran lahan pertanian pasca panen.

“Kita sepakat mengakomodir kepentingan para petani. Terlebih aktivitas membakar lahan sudah menjadi tradisi para petani di Kabupaten Banjar dengan alasan menyuburkan tanah, dan membasahi hama tungro atau memusnahkan tanaman yang terinfeksi dan memutus siklus hidup virus,” kata Amiruddin, Sabtu (29/11/2025).

Diakuinya, secara aturan, aktivitas pembakaran lahan jelas di larang. Namun perlu juga diketahui mekanisme yang membatasi kegiatan tersebut. Ini bertujuan agar tidak menjadi persoalan di kemudian hari.

Lain halnya dengan aktivitas membakar lahan yang dilakukan perusahaan, Amir menegaskan jelas itu dilarang dan akan dikenakan sanksi. “Karena ada KUHP yang baru tentu kita juga harus menyesuaikan kembali. Terlebih pembahasan barus sampai pada Bab 10, dan masih tersisa 28 pasal yang belum tersentuh,” ujarnya.

Namun demikian, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini optimis raperda ini akan rampung awal 2026 mendatang. Pasalnya, raperda yang telah masuk dalam daftar Propemperda 2026 ini telah dua kali dilakukan pembahasan di penghujung tahun ini bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjar.

“Kita komitmen untuk menyelesaikan Raperda luncuran 2024 ini secepatnya. Awal 2026 sudah selesai,” kata Amiruddin.

Pernyataan senada diungkapkan Pelaksanaan tugas (Plt) Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kabupaten Banjar, Agus Siswanto. Menurutnya, hal-hal berkaitan kearifan lokal harus diakomodir dalam raperda tersebut.

“Karena secara karakteristik pertanian kita tidak sama dengan di daerah Jawa, dimana lahannya sudah subur, pupuk dan segala macamnya sudah terpenuhi. Di daerah kita masih ada petani yang berpindah ladang, khususnya di pegunungan. Sehingga aktivitas membakar lahan menjadi tradisi,” kata Agus.

Mengakomodir kearifan lokal tersebut, papar Agus Siswanto, tentunya perlu regulasi yang mengatur terkait mekanisme pembakaran lahan untuk mengakomodir kearifan lokal.

“Lahan di daerah kita mungkin sekitar satu dua tahun digarap sudah tidak subur lagi sehingga memerlukan pembakaran lahan. Tapi terkait luasan dan lain sebagainya harus diatur, sehingga tidak ada pasal-pasal yang menyulitkan masyarakat dan Pemerintah daerah dalam melakukan penindakan,” pungkasnya.(zai/klik)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments