klikkalimantan.com, MARTAPURA – Jumlah dan jarak tempat tidur atau bed pada ruang rawat inap anak di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ratu Zalecha Martapura tak sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Berdasarkan pantauan pewarta di lokasi, pada salah satu ruang rawat inap anak RSUD Ratu Zalecha Martapura terdapat enam bed, dua diantaranya minim penerangan karena cahayanya terhalang gorden dari empat bed yang sudah tertata, serta jarak antar tepi bed kurang dari 1,5 meter.
Padahal, sesuai Perpres Nomor 59 Tahun 2024, jumlah dan jarak bed menjadi satu dari 12 kriteria dalam Sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan. Jarak antar tepi tempat tidur minimal harus 1,5 meter dan maksimal empat bed per ruang rawat inap.
Menanggapi perihal tersebut, Direktur RSUD Ratu Zalecha Martapura, Arief Rachman menjelaskan alasan mengapa salah satu ruang rawat inap anak masih ada yang berjumlah enam bed atau tidak sesuai dengan pemberlakuan KRIS BPJS Kesehatan yang mulai sejak 1 Juli 2025.
“Penerapan KRIS BPJS Kesehatan ditunda dan kita harus memberlakukan KRIS pada awal Januari 2026 mendatang. Kenapa jumlah bed di ruang rawat inap anak masih ada yang enam, karena kebutuhan Bed Occupancy Rate (BOR) saat ini masih tinggi dampak pancaroba dan lain-lain,” katanya pada Senin (17/11/2025).
Arief Rachman lanjut menjelaskan, bahwa keberadaan enam bed tersebut tidak permanen, melainkan karena kondisi saat ini sehingga tidak dilakukan pengurangan bed untuk sementara waktu, bahkan sudah menyadari terkait minim pencahayaan.
“Kalau kita sisihkan kasihan masyarakat, karena fasilitas penunjang ruangan seperti Air Conditioner (AC), gorden sudah ada, dan ruangannya nyaman, kita akomodir dahulu. Memang untuk dua bed private pasien tidak dapat dan pencahayaannya terhalang gorden yang memang sudah ditata untuk empat bed, yang penting kita akomodir dahulu,” ujarnya.
Karena itu, ia juga memastikan RSUD Ratu Zalecha Martapura pada awal Januari 2026 akan melakukan penyesuaian pada ruang yang tersedia guna meningkatkan dan menambah kenyamanan pasien dengan mengurangi kapasitas bed dalam satu ruangan.
“Karena masih ada ruang rawat inap yang hanya berjumlah tiga bed sehingga masih bisa kita tambah menjadi empat bed. Esensi KRIS memang untuk kenyamanan pasien dan kita berupaya seminimal mungkin untuk tidak melakukan pengurangan bed pada wal tahun mendatang,” tuturnya.
Dengan penerapan KRIS nantinya, tambah Arief Rachman, kalau ruang rawat inap penuh suka tidak suka pasien akan dirujuk ke rumah sakit lain karena dalam satu ruangan hanya diperbolehkan ada empat bed yang dibatasi dinding penyekat guna menjaga private pasien, memaksimalkan penanganan, memudah mobilisasi, dan menyediakan space keluarga yang menunggu sehingga tidak crowded.
“Tapi kita berikan advokasi dahulu, kalau memang keluarga pasien tetap mau menunggu ya kita persilakan. Tapi kalau demi layanan terbaik kita sarankan untuk dirujuk ke rumah sakit lain, karena penangan pasien anak membutuhkan penanganan khusus, baik ruangan, hingga perawatan. Berbeda dengan pasien dewasa, jika ruangannya penuh masih bisa dilakukan mixed sepanjang kriterianya penyakitnya tidak menular,” ucapnya.
Arief Rachman juga membeberkan, hingga saat ini masih belum ada penegasan terkait penerapan KRIS BPJS Kesehatan dari pemerintah pusat karena berdasarkan hasil pemetaan rumah sakit di seluruh Indonesia regulasi terbaru tersebut masih didapati kekurangan. Kendati demikian setiap rumah sakit tetap harus menyesuaikan aturan yang telah diberlakukan tersebut.
“Kami harus menyesuaikan sepanjang tidak ada penolakan dari peserta BPJS Kesehatan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginginkan pelayanan rawat inap yang setara dan berkualitas bagi seluruh peserta JKN dengan pemerataan, disisi lain ada iuran untuk peserta BPJS sesuai dengan kelasnya. Mungkin hal ini menjadi salah satu faktor penundaan pemberlakuan, karena baik kelas 1, 2 dan tiga bisa jadi satu ruangan dengan adanya KRIS,” pungkasnya.(zai/klik)


















