Helmi Pertanyakan Ganti Rugi Lahan Terdampak Proyek Jalan Lingkar Mataraman-Sungai Ulin

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
(Foto : Warga RT001, Desa Jingah Habang Ilir, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Helmi Mardani (putra alm H Supriadi) mengeluhkan proses pembebasan lahan miliknya yang terkena proyek Jalan Lingkar Mataraman – Sungai Ulin/klik)

klikkalimantan.com, MARTAPURA – Warga RT001, Desa Jingah Habang Ilir, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Helmi Mardani (putra alm H Supriadi) mengeluhkan proses pembebasan lahan miliknya yang terkena proyek Jalan Lingkar Mataraman – Sungai Ulin.

Menurut Helmi, lahan miliknya itu lebar sekitar 20 meter dan panjang sekitar 200 meter atau sekitar 4.000 meter persegi.

Helmi bercerita, terkait dengan proyek jalan tadi, pada 2018 lalu Apraisal menghargai lahan tersebut Rp166.000 per meter persegi, dengan total harga keseluruhan luas lahan sekitar Rp650 Juta.

Namun, belum lagi beres masalah proses ganti rugi pembebasan lahan, pihak kontraktor pada 30 September 2020 malah melakukan proses Land Clering menggunakan Buldozer yang mengakibatkan sekitar 500 batang pohon yang  terdiri dari jenis pohon duren, selat, rambutan, dan lain sebagainya, yang ditanam almarhum ayahnya dulu sudah habis tumbang, tanpa ganti rugi.

“Sampai saat ini lahan saya yang terdampak proyek pengerjaan jalan lingkar Mataraman – Sungai Ulin tak ada proses ganti rugi, satu rupiah pun kami tidak menerima, dan surat-menyuratnya sampai saat ini masih ada sama saya selaku ahli warisnya. Anehnya kebun kami sudah habis dihancurkan, dan kami begitu sangat terzolimi akan hal ini,” ujar Helmi kepada sejumlah awak media pada, Rabu (7/10/2020).

Tak hanya itu. Saat proses eksekusi yang dihadiri Polsek, Danramil, dan Camat Karang Intan, saat menurunkan sejumlah alat berat di lahannya tersebut, Helmi selaku pemilik lahan pun tak mendapat pemberitahuan dari instansi terkait.

“Saya mengetahui peristiwa tersebut saat mendapat kiriman video dari warga sekitar melalui WhatsApp, memasuki waktu shalat ashar. Ketika paman saya minta kejelasan terkait eksekusi tersebut, pihak kecamatan malah berucap ‘Siapa pun yang menghalangi kegiatan pembangunan jalan lingkar, akan kami bawa ke Polsek’. Akhirnya alat berat pun diturunkan,” ujarnya.

BACA JUGA :
Panitia Gambut Raya Serahkan Buku Kajian DOB ke DPRD Kabupaten Banjar

Untuk memperjelas ikhwal tersebut, Helmi akhirnya mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Martapura, untuk menanyakan apakah mengetahui kegiatan tersebut.  “Ternyata pihak pengadilan pun tidak mengetahui adanya kegiatan eksekusi,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca.

Untuk itu, lanjut Helmi didampingi Aliansyah, Aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kalimantan Selatan, pihaknya pun menuntut keadilan dan kelayakan ganti rugi lahan miliknya kepada pemerintah melalui instansi terkait. “Saya sangat berharap mendapat keadilan dan kelayakan ganti rugi. Mengingat, letak lahan milik saya sangat strategis yakni, di samping ruas jalan utama Desa Jingah Habang,” bebernya.

Terlebih, papar Helmi lebih jauh, karena lahannya berada di wilayah yang sangat strategis, pada 2014 lalu Tim Apraisal pun sempat berencana mau membayar Rp220.000 per meter perseginya. Sedangkan, untuk lahan yang berada sekitar 750 meter dari ruas jalan utama di hargai sekitar Rp200.000 per meter perseginya.

“Namun, kami tetap menolak, karena untuk lahan yang lebih jauh dari lahan milik saya dan ruas jalan, serta pemukiman warga pada 2014 lalu ada yang di hargai Rp418.000 per meter perseginya. Jadi, jelas saya tidak setuju. Terlebih, pada 2014 lalu lahan kami hilang seluas 600 meter persegi,” ucapnya.

Kehilangan lahan seluas 600 meter persegi tersebut, di aku Helmi menjadi babak baru perjuangannya bersama ibu dan adiknya setelah ditinggal wafat ayah tercintanya pada 2011 lalu. Mengingat, diketahui pada 2007 lalu, luas lahan miliknya sekitar 3.341 meter persegi setelah diukur instansi terkait disaksikan ayah dan dirinya kala itu.

“Pada 2014 lalu ukuran luas tanah kami menyusut menjadi sekitar 2.700,7 meter persegi. Kami pun kembali mempertanyakannya ke instansi terkait, karena yang itukan tidak mungkin bergerak, ditambah patok ukuran tanah masih sama, yakni jalan lingkar Mataraman – Sungai Ulin,” tegasnya.

BACA JUGA :
Dugaan Pelanggaran Netralitas ASN di Pilkada Banjar, Sekda: Tak Boleh Ada Pendampingan

Dalam mengejar haknya tersebut, Helmi pun sempat dipanggil tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2015 lalu untuk melakukan pengukuran ulang luas lahan milik saya. “Alhamdulillah selama 4 tahun mengejar hak saya, akhirnya luas lahan pun kembali, yakni sekitar 3.341 meter persegi. Namun, harganya malah menurun menjadi Rp166.000 per meter persegi dari yang sebelumnya seharga Rp220.000 per meter perseginya. Logikanya kan setiap tahun harga tanah pasti naik,” ungkapnya.

Kejanggalan pun diakui Helmi tidak hanya sampai disitu, mengingat, untuk lahan yang berada jauh dari wilayah pemukiman yang semula dihargai Apraisal Rp200.000 per meter perseginya naik menjadi Rp411.300 atau melonjak hingga 100 persen, lebih tinggi dari harga tanah miliknya yang berada di samping ruas jalan.

“Karena tanah kami yang letaknya strategis dihargai lebih rendah, kami pun sempat bertanya ke Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk kriteria harga tanah sehingga malah. Ternyata, lahan saya memiliki tiga kriteria tersebut, yakni ada akses, letaknya area pemukiman, dan luas wilayah. Bagaimana bisa letak tanah yang jauh dari tiga kriteria tersebut bisa naik harganya?,” Tanyanya.

Turut serta menambahkan, Aliansyah, yang kerap menyuarakan aspirasi masyarakat pun angkat bicara. “Kami minta kepada pemerintah, agar proyek pembangunan jalan lingkar Mataraman – Sungai Ulin yang belum selesai terkait masalah pembebasan lahannya jangan diteruskan. Selesaikan dulu persoalan ganti ruginya, jangan sampai masyarakat dirugikan,” tegas Ali.

Dengan dihentikannya proses pembangunan tersebut, lanjut Ali, terkait siapa yang turut serta bermain atau kongkalikong terhadap pembebasan lahan lebih cepat diketahui. “Kami curiga ada yang bermain atau kongkalikong terhadap pembebasan lahan ini, yang tentunya dapat merugikan masyarakat dan uang negara yang dibayarkan,” katanya.

BACA JUGA :
Bawaslu Pastikan Pengawasan Tahapan Verifikasi Faktual Dilakukan Maksimal

Dugaan adanya permainan antara Apraisal dan tim pembebasan lahan yang menyebabkan harga ganti rugi tidak sesuai tersebut pun akan tindak lanjuti pihaknya selaku LSM dengan cara berkoordinasi baik dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Banjar dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Pemprov Kalsel).

“Kalau upaya kami tidak direspon atau tidak mendapat tanggapan. Akan kami blokade jalan tersebut, agar proses pengerjaan jalan lingkar Mataraman – Sungai Ulin dihentikan. Terlebih, perintah untuk mengeksekusi lahan tersebut tidak diterbitkan PN Martapura. Jadi, terkait masalah ini harus ada yang bertanggungjawab baik Pemda dan pemrov, serta tim Apraisal,” pungkasnya.

Kalau memang terbukti ada didapati pelanggaran atau melakukan rekayasa, Ali pun memastikan, akan menyeret kasus tersebut ke pengadilan.(Zai/klik)

Scroll to Top