KLIKKALIMANTAN.COM – Martapura yang dikenal dengan Kota Serambi Mekah kembali menggelar haul salah satu ulamanya, KH Abdul Qadir Hasan atau yang lebih dikenal dengan Guru Tuha, di kediaman di Jalan Masjid Agung Al-Karomah, Desa Pasayangan Utara, Martapura, Minggu (17/3/2019) siang.
Haul kali ini merupakan yang ke-42 dilaksanakan setelah Guru Tuha wafat pada Sabtu, 11 Rajab 1398 H/17 Juni 1978 Masehi dan dimakamkan di kubah jalan Masjid Agung Al-Karomah Pasayangan Utara, Martapura.
Menghadiri Haul ke-42 Guru Tuha,.Bupati Banjar H Khalilurrahman, Ketua MUI KH Fadhlan Asy’ari, Anggota DPR-RI Kalsel Syafullah Tamliha, Anggota DPRD Kabupaten Banjar Gusti Abdurahman, sejumlag Guru Pondok Pesantren Darussalam Martapura, habaib serta para masyarakat.
Haul diawali dengan pembacaan Maulidurrasul, surah Yasin, Tahlil dan doa yang dipimpin oleh Bupati Banjar H Khalilurrahman yang diikuti oleh ratusan jemaah yang terdiri dari para santri dan ratusan jamaah yang mengikuti Haul KH Abdul Qadir Hasan Ke-42, yang nampak khusyu dan khidmat.
Bupati Banjar menyampaikan bahwa KH Abdul Qadir Hasan merupakan seorang pejuang dan pendiri Organisasi Nahdatul Ulama (NU) di Kalimantan.
“Sosok KH Abdul Qadir Hasan adalah seorang pejuang juga pemimpin, dengan sejarah setelah belajar di Darussalam beliau melanjutkan pendidikannya kepada KH Hasyim Asy’ari, jadi beliau ini adalah pembawa NU ke Kalimantan, dengan jasanya itu beliau KH Abdul Qadir Hasan patut kita hormati,” ucap Bupati Banjar.
Pada masanya KH Abdul Qadir Hasan merupakan salah satu pejuang yang dibuktikan oleh khadamnya di Darussalam, yang mana sebelum kemerdekaan beliau termasuk pasukan perang gerilya, terang salah satu buyut, Guru Zayadi bin Ahmad Mursyidi bin Abdul Hakim bin Abdul Qadir Hasan.
Diceritakan pada zaman penjajahan yang kisahnya diceritakan langsung KH Idham Chalid kepada Syaifullah Tamliha hingga buyut beliau, Guru Zayadi bahwa Guru Tuha diberi yang merupakan salah satu Karomah oleh Allah SWT ketika mengahadapi penjajah.
“Pada masa penjajahan itu, Guru Tuha bersama KH Idham Chalid menggunakan transportasi sungai, jukung dari belakang rumah beliau untuk menuju Kampung Melayu, dimana pihak Jepang di Ponpes Darussalam dijadikannya
Asrama, yang mana masyarakat tidak berani menyusuri sungai tersebut dikarena tentara Jepang siap dengan senjata, akan tetapi ketika beliau lewat bersama KH Idham Chalid, tentara Jepang seperti tidak melihat sesuatu apapun yang lewat, dan banyak kisah lainnya,” ujar Guru Zayadi
KH Abdul Qadir Hasan juga merupakan pimpinan pondok Pesantren Darussalam Martapura Periode pada tahun 1940 sampai dengan 1959 atau pimpinan ke-4 setelah KH M. Kasyful Anwar.
“Dalam masa kepemimpinan Beliau sebagai pimpinan Pondok Pesantren Darussalam Martapura banyak guru-guru yang dikirim keseluruh Kalimantan diantaranya wilayah Sampit, Palangkaraya dan sebagainnya,” kata Guru Zayadi.
Guru Tuha diketahui terikat kuat dengan jalinan ulama Nusantara dan belajar dengan sejumlah ulama.
“Beliau pernah berguru pada sejumlah ulama di Banjar seperti KH Husen Qadri dalam bidang ilmu Nahwu dan Sharaf, Tuan Guru H Abdur Rahman (Guru Adu) Tunggul Irang, dan Tuan Guru H Muhammad Kasyful Anwar Al Banjari. Selain itu, Guru Tuha juga sempat mengaji ke luar pulau Kalimantan. Diantaranya ke Tebuireng, Jombang, sekitar 7 tahun yang membimbing beliau adalah KH Hasyim Asy’ari pendiri NU,” ucap Guru Zayadi.
Beliau juga salah satu murid kesayangan KH Hasyim Asy’ari yang dipercaya untuk mendirikan Nahdlatul Ulama diluar Pulau Jawa yang pertama yaitu di Martapura ,setelah mengikuti muktamar Nahdlatul Ulama pertama pada 21 Oktober 1926 di Surabaya .
Dari Kota Martapura inilah kemudian KH Abdul Qadir Hasan mendirikan cabang-cabang Nahdlatul Ulama di wilayah Kalimantan, sebagai rais syuriah pada masa itu. (adv/klik)