klikkalimantan.com, SEMARANG – Siapa sangka, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) dengan Ibu Kotanya bernama Semarang, dengan jumlah penduduk sekitar 4 Juta Jiwa, menyimpan sejumlah kenangan bersejarah dan sangat berarti bagi ‘Urang Banjar’ untuk diketahui.
Selain memilik beberapa tempat destinasi wisata andalan, salah satunya ‘Kota Lama’ bekas kawasan yang dikembangkan Belanda pada abad ke-17 yang membawa pengunjung bernostalgia ke era kolonial, dan kini kembali dilakukan restorasi, Kota Semarang ternyata juga menjadi salah satu kota tujuan bagi para santri di Kalimantan Selatan untuk menimba ilmu keagamaan sejak tempoe doeloe hingga sekarang.
Ketika sejumlah jurnalis, termasuk wartawan klikkalimantan.com, melakukan sowan ke kediaman Habib Ja’far bin Ahmad bin Muhammad Assegaf pada Rabu 21 Oktober 2020 lalu sekitar pukul 20.00, Habib Ja’far yang kerap disapa para Jurnalis Banjar dengan sebutan Abah Habib pun menceritakan riwayat singkat sejumlah tokoh ulama besar Kota Martapura yang pernah tinggal dan menimba ilmu di Pondok Pesantren di bawah Asuhan Habib Ahmad bin Muhammad Assegaf.
Salah satu ulama asal Martapura yang diceritakan Abah Habib adalah Tuan Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani Al Banjari atau yang masyhur dengan sebutan Abah Guru Sekumpul kala menjadi santri sekitar tahun 50-60-an silam di Kota Semarang. Tepatnya di Jalan Purwogondo III RT 4 RW 5 Perbalan, Semarang.
“Dulu, di sini sekitar tahun 50-an atau 60-an, Tuan Syekh (Guru Sekumpul) pernah nyantri di sini sama Abah (Habib Ahmad),” ujar Habib Jafar bin Ahmad bin Muhammad Assegaf, memulai ceritanya.
Abah Habib kemudian menuturkan pajang lebar. Diceritakannya riwayat masa-masa Guru Sekumpul muda sewaktu nyantri di Pondok Pesantren di bawah Asuhan Habib Ahmad bin Muhammad Assegaf (Semarang) yang merupakan sosok seorang wali majzub saat bersalaman dengan Guru Sekumpul yang kala itu masih muda. Beliau mengaku kala itu menyerukan kepada ulama yang ada di situ agar mencium tangan Guru Sekumpul yang masih muda tersebut.
“Cium tangan Zaini. Ini kutub cilik, ini kutub cilik,” kata Abah Habib, menirukan ucapan Habib Ahmad tempoe doeloe, kala menyerukan kepada hadirin yang sebagian besar merupakan ulama-ulama yang berpengaruh.
Tak hanya sampai di situ. Pada masa ‘tempoe doeloe’ itu, paparnya, Habib Ahmad sudah menyatakan Guru Sekumpul yang masih muda tersebut kelak akan menjelma menjadi Ulama Besar yang sangat disegani dan dihormati dimasanya nanti. Ternyata, prediksi yang lebih dikarenakan kasyafnya Habib Ahmad pun terbukti.
Bahkan, ulama yang mendedikasikan hidupnya lebih kepada urusan agama ini, hingga membuka majelis taklim secara umum saban Minggu, dan pada malam Senin menyemarakkan pembacaan maulid Simtudhuror yang dihadiri lebih dari 10.000 orang Jemaah, sejak wafatnya pada 10 Agustus 2005 silam, gelaran haulnya pun berangsur-angsur membesar hingga dihadiri sekitar 2,5 Juta Jamaah dari berbagai pelosok Indonesia dan luar negeri.
Pada pertemuan malam tersebut, Habis Ja’far didampingi Habib Zacky yang merupakan salah satu putranya, menunjukkan beberapa tempat dan kamar yang pernah ditinggali Abah Guru Sekumpul semasa nyantri di Perbalan Semarang.
Tak hanya kamar Guru Sekumpul. Beberapa kamar aulia besar lainya, seperti kamar KH Semman Kompleks (orang tua Abah Anang Djazouly), dan kamar KH Badruddin yang pernah mondok (tinggal belajar) di tempat tersebut pun ditunjukkan Abah Habib yang juga merupakan sosok haba’ib yang sangat dekat dengan Abah Guru Sekumpul.
Di Perbalan Semarang pun, saban malam Jumat juga masih berlangsung kegiatan keagamaan seperti maulidan. Namun, karena bencana wabah nonalam Corona Virus Disease (Covid-19), majelis pun diistirahatkan sementara waktu.
“Kita mengikuti anjuran pemerintah setempat, jadi majlis sementara istirahat,” ujar Abah Habib yang juga masyhur di Kota Martapura yang memiliki julukan Kota Serambi Makkah.(Zai/klik)