Klikkalimantan.com, BANJARMASIN – Usaha kayu olahan di Kalimantan Selatan juga terimbas pandemi Covid-19. Meski demikian, usaha masih bisa bertahan.
“Terhitung pertengahan Februari hingga akhir Juni 2020, bisnis kayu olahan khususnya Meranti memang sedikit terganggu,” ungkap Perwakilan UD Anugrah Pasuruan Cabang Kalimantan Selatan, Taufik Husin Ssos, kepada Klikkalimantan.com, Kamis (16/7).
Menurut Taufik, penurunan pengiriman terjadi pada awal-awal penyebaran Covid-19 hingga diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa wilayah, khususnya Pulau Jawa dan Jakarta.
Syukurnya, lanjutnya, tingkat produksi dan pengiriman masih tetap dapat dilakukan walaupun sempat terganggu pada awal tahun. Hal ini disebabkan, pesanan untuk pengiriman kayu olahan masih cukup tinggi.
“Memang, awalnya agak sulit melakukan pengiriman barang dari Banjarmasin ke Pulau Jawa. Alhamdulilah, sekarang sudah mulai membaik dan lancar. Sejauh ini masih aman,” katanya.
Bagaimana soal harga? Taufik menegaskan, memang terjadi perubahan harga. Hanya saja, pengaruhnya tidak begitu dirasakan. Sebab, permintaan kayu olahan terbilang cukup baik.
“Kalau harga masih turun naik, tergantung perkembangan di lapangan. Kalaupun ada kenaikan, sampai saat ini belum terlalu menjadi beban,” ujarnya.
Meski di tengah masa pandemi Covid-19, kinerja ekspor kayu ke China selama periode Januari-Mei 2020 tetap mengalami peningkatan. Meski tipis, kenaikan itu dinilai karena adanya ceruk pasar di China terhadap produk kayu Indonesia.
Nilai ekspor produk hasil hutan Indonesia ke China sepanjang Januari-Mei 2020 mencapai 1,143 miliar dolar AS, naik 1 persen dibanding periode sama tahun lalu sebesar 1,129 miliar dolar AS.
Peningkatan terjadi khususnya pada produk-produk tertentu, seperti plywood dengan kualitas tinggi naik 26 persen. Produk kertas dari hutan tanaman industri naik 50 persen. Produk kerajinan naik 12 persen, chipwood naik 34 persen, dan woodworking naik 1 persen.
Namun, disamping itu terdapat beberapa produk yang mengalami penurunan pada periode tersebut. Seperti pulp turun 5 persen, veneer turun 40 persen, furnitur kayu turun 42 persen, dan bangunan prefabrikasi juga mengalami penurunan 100 persen karena tidak ada realisasi.
Kurun waktu lima tahun terakhir, China menjadi negara tujuan ekspor terbesar produk hasil hutan Indonesia, disusul Jepang, AS, Uni Eropa, dan Korea Selatan. Sepanjang 2019, ekspor hasil hutan Indonesia ke China telah mencapai devisa tidak kurang dari 2,8 milliar dolar AS. (sin/klik/net)