Jumat, Oktober 17, 2025
BerandaDPRD BanjarmasinKetua DPRD Banjarmasin Dinilai Abaikan Peran Anggota

Ketua DPRD Banjarmasin Dinilai Abaikan Peran Anggota

klikkalimantan.com, BANJARMASIN – Merujuk pada penafsiran Kamus Besar Bahasa Indonesia, “kolektif” diartikan sebagai secara bersama atau secara gabungan. Sedangkan “kolegial” diartikan bersifat seperti teman sejawat. Apabila digabungkan, maka “kolektif-kolegial” dapat diartikan secara gabungan yang bersifat seperti teman sejawat.

Sepertinya penjabaran ini belum sepenuhnya dijalankan pucuk pimpinan di DPRD Kota Banjarmasin, terutama soal siapa yang akan didudukkan sebagai Sekretaris Dewan (Sekwan) pasca pejabat terdahulu, Iwan Ristianto, dilantik oleh Gubernur H Muhidin sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Kalsel, beberapa waktu lalu.

Mayoritas anggota dewan, ketua fraksi, hingga wakil pimpinan di DPRD Banjarmasin, memberikan opsi pejabat yang duduk sebagai Sekwan diambil dari internal dewan. Agar kegiatan administrasi dan keuangan dapat segera dijalankan dengan baik.

Namun, keputusan siapa yang akan menduduki kursi Sekwan belum juga diambil. Kondisi ini bukan sekadar soal kekosongan jabatan, keberadaan Sekwan juga menyangkut jembatan koordinasi antara eksekutif dan legislatif.

Tiga Wakil Ketua DPRD, Harry Wijaya (PAN), Muhammad Isnaini (Gerindra), dan Mathari (PKS), sejatinya sudah satu suara bahwa Pelaksana Tugas (Plt) Sekwan harus diambil dari internal Sekretariat Dewan.

Tak hanya persoalan posisi Sekwan, pengambilan keputusan yang tidak melibatkan anggota dan unsur pimpinan lainnya, juga acapkali terjadi. Sikap ini menimbulkan spekulasi bahwa Ketua Dewan tak menerapkan kolektif kolegial.

Sejumlah anggota menyebut kepemimpinannya sebagai “one man show”. Istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan gaya kepemimpinan yang dianggap terlalu dominan dan kurang melibatkan anggota dewan lainnya.

Kritik tajam dilontarkan beberapa anggota dewan. Misalnya anggota dewan dari Fraksi PDI Perjuangan (PDI-P), Suyato, sikap Ketua DPRD Banjarmasin dinilainya tidak memahami prinsip kolektif kolegial dalam menjalankan roda organisasi kelembagaan dewan.

Menurut Suyato, gaya kepemimpinan Ketua DPRD yang terkesan berjalan sendiri tanpa melibatkan unsur pimpinan dan anggota lainnya, telah mencederai semangat kebersamaan dan fungsi representatif lembaga legislatif.

“Ketua seharusnya memahami bahwa DPRD bukan lembaga milik pribadi. Setiap keputusan harus melalui mekanisme kolektif kolegial, bukan berdasarkan kehendak satu orang,” tegas Suyato, Jum’at (17/10/2025).

Kritikan juga disampaikan anggota Fraksi Demokrat, Edy Junaidi. Ia menilai, pimpinan dewan yang terlalu dominan dan tidak menghormati mekanisme kolektif kolegial dalam pengambilan keputusan. Terlebih menyoroti lambatnya memutuskan posisi Sekwan, baik secara definitif ataupun Pelaksana Tugas (Plt).

“Jangan sampai pimpinan DPRD merasa seperti memimpin perusahaan, seolah-olah semua keputusan ada di tangan satu orang. Ini lembaga politik yang bekerja berdasarkan musyawarah dan kesepakatan bersama,” tegas Edy

Terlepas dari itu semua, mekanisme penunjukan Sekwan melibatkan pengangkatan oleh Kepala Daerah (Walikota/Bupati/Gubernur) atas persetujuan pimpinan DPRD. Prosesnya dimulai dengan pengusulan calon, lalu konsultasi dengan pimpinan DPRD, dan diakhiri dengan penetapan dan pelantikan oleh Kepala Daerah.

Aturan ini mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (sin/klik)

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments