klikkalimantan.com, MARTAPURA – Sejak Rabu (25/11/2020), listrik di rumah Suyatno, warga Desa Pingaran Ulu RT 09 Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar tak menyala. Petugas PLN dari ULP Martapura mencabut meteran KWH.
Pencabutan KWH oleh petugas PLN membuat Suyatno kaget. Pasalnya selama ini dia tak pernah menunggak bayar tagihan bulanan meski nominal tagihan listrik pasca bayar di rumahnya rata-rata di atas angka Rp500 ribu.
“Ya kaget tiba-tiba petugas PLN mencabut meteran. Karena selama ini saya tidak pernah telat bayar tagihan dan tidak ada nyolong setrum,” kata Suyatno, ditemui Kamis (26/11/2020) sembari mengatakan saat pencabutan KWH dia sedang di kebun.
“Saat dicabut anak saya yang ada di rumah. Sempat menelpon saya bahwa ada petugas PLN yang akan mencabut meteran listrik. Saya suruh tunggu sebentar. Tapi sesampainya di rumah, petugas PLN sudah pergi dan mencabut meteran listrik,” kata Suyatno.
Yang dia terima dari anaknya, beberapa lembar kertas warna merah berisi berita acara pemeriksaan pencabutan KWH dari petugas PLN. Dalam berita acara disebutkan ditemukan pelanggaran pemindahan KWH.
Pelanggaran yang diakui Suyatno tak dinyana dan di luar pemikirannya. Diakui duda lebih paruhbaya ini, memindah KWH dari alamat sebelumnya di Danau Latung, Kompleks PTPN 13 Danau Salak dilakukan instalatir yang sepengetahuannya juga petugas dari PLN.
“Tahun 1998. Namanya Pak Ngatimin. Saat itu sempat juga saya tanyakan perihal pemindahan. Dijawabnya tidak masalah ini sudah resmi dari PLN,” kata Suyatno yang tak pernah menyangka akan bermasalah setelah lebih 20 tahun berlalu.
Lebih kaget lagi saat dia menyambangi Kantor PLN ULP Martapura di Jalan Pangeran Hidayatullah untuk menyelesaikan permasalahan sesuai berita acara pemeriksaan. Suyatno didenda puluhan juta atas kesalahan yang tak diketahui sebelumnya.
“Didenda Rp8,9 juta. Kalau tidak bisa bayar ya selamanya gak pakai listrik lagi,” kata Suyatno sembari memegangi kepala dan mengernyitkan dahi.
Pembongkaran KWH dinilai Latifa, anak perempuan Suyatno sangat sepihak. Pasalnya pembongkaran dilakukan seketika tanpa adanya peringatan atau teguran terlebih dulu. Terlebih lagi selama puluhan tahun ini tagihan listrik tak pernah bermasalah.
Imbas lebih parah dari pencabutan KWH tanpa pemberitahuan dirasakan Latifa. Dia terpaksa menutup kios ponsel miliknya karena tak ada listrik untuk mengisi daya perangkat selulernya. Proses mengolah kue terpaksa juga dihentikan karena perangkat pengolahnya bergantung listrik; oven, mikser, dan perangkat lainnya.
“Kios tutup, pesanan buat kue batal. Kacau semuanya tanpa listrik. Seandainya sebelumnya ada pemberitahuan atau teguran, tentu kami tidak akan segelabakan ini,” kata Latifa yang mengaku kerap menerima pesanan membuat kue dari warga di kampungnya.
Dikonfirmasi terkait hal itu, Ruky Sandra Ary, Manager PLN ULP Martapura mengaku pihaknya bertindak sesuai regulasi yang ada. Yakni Peraturan Direksi PLN (Persero) Nomor 088-2.P/DIR/2016 tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik.
Dalam peraturan tersebut menurutnya tegas menyebutkan, memindahkan KWH sebuah pelanggaran. “Karena saat kegiatan penertiban petugas menemukan ketidaksesuaian alamat KWH dengan alamat sekarang, maka meteran dilepas dan di bawa ke kantor sebagai alat bukti,” kata Ruky ditemui Kamis (26/11/2020).
Menurutnya, listrik dapat kembali dialirkan setelah pelanggan atau yang bersangkutan melunasi denda yang sudah ditetapkan. “Untuk denda bisa dicicil plus membayar biaya pasang baru. Kalau itu sudah beres, meteran akan langsung dipasang,” kata Ruky. (to/klik)