Mediasi Sengketa Lahan di Desa Cindai Alus Tak Membuahkan Hasil, Warga Sepakat Tempuh Jalur Hukum

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

klikkalimantan.com, MARTAPURA – H Hasnan selaku pemilik lahan di RT08/RW03, Jalan Murai, Desa Cindai Alus, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, mengaku heran. Pasalnya, sebidang tanah yang ia beli pada 2011 lalu dilengkapi alas Surat Keterangan Tanah (SKT) atas nama Siman yang diterbitkan pada 20 Mei 1991, telah diklaim dua orang yang juga mengaku punya bukti  kepemilikan atas lahan tersebut.

Lebih membingungkan lagi, papar H Hasnan yang kerap disapa Asnan, dua orang tersebut, yakni Yakup dan Abdul Harun, juga memiliki SKT yang diterbitkan Pemerintah Desa (Pemdes) setempat.

“Kalau berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) pembuatan SKT, mestinya SKT yang lama harus ditarik dulu, baru dapat menerbitkan yang baru. Sedangkan SKT terbitan Almarhum Rusi Santoso semasa menjabat sebagai Kades Cindai Alus terdahulu itu, ada pada saya, karena memang tanah ini milik saya. Jadi aneh, kenapa pemerintah desa setempat malah berani mengeluarkan SKT yang baru di atas tanah milik saya,” tegasnya.

Guna menjawab kebingungan tersebut, Asnan pun langsung mengkonfirmasinya kepada aparat desa setempat, untuk mengetahui penyebab terbitnya SKT baru di lahan Asnan yang berukuran 47 meter sebelah Utara berbatasan dengan lahan Suleman, 55 meter sebelah Selatan berbatasan dengan lahan Basuki, dan 121 meter sebelah Timur berbatasan dengan lahan  Pawiroutomo, serta 131 meter sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Desa.

“Pemerintah setempat pun mengakui bahwa objek tanah ini milik saya, berdasarkan cek data dan faktual di lapangan. Mereka mengakui telah membuatkan SKT di atas tanah saya pada 2019 lalu. Saya juga memiliki saksi yang dapat membenarkan batas tanah saya ini, yakni H Suleman selaku pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah saya, dilengkapi tanda tangan beliau,” katanya, Kamis (15/7/2021).

BACA JUGA :
APBD TA 2025 Disahkan di Penghujung Periode 2019 - 2024

H Suleman sendiri menjelaskan, beberapa tahun lalu dirinya meminta saudara Parjo untuk menjualkan sebagain tanahnya yang memiliki luas 1 hektare dengan batasan-batasan yang sudah ditentukan hingga berbatasan Jalan Desa. Namun, Parjo tidak mengatakan kepada siapa ia menjualnya.

“Namun, berdasarkan kondisi tanah di lapangan, bahwa hasil penjualan tanah masih ada sisa lahan sesuai batasan yang disebutkan sebelumnya, yakni sebelah Selatan 47 meter berbatasan dengan tanah Siman, dan di belakang tanah Siman, 40 meter berbatasan dengan tanah Pawiro Utomo. Dan itu dapat dibuktikan dengan SKT milik Siman dan Pawiro Utomo yang memuat tanda tangan saya sebagai saksi yang berbatasan,” bebernya.

Di tempat berbeda, Kades Cindai Alus, Samija, mengungkapkan, selaku aparat desa pihaknya hanya memberikan layanan kepada masyarakat terkait pelaporan permasalahan tersebut.

“Memang ada masyarakat yang mengatakan bahwa dia memiliki lahan di lokasi tersebut, dan aparat desa bersama RT setempat langsung meninjau ke lokasi. Ternyata, pada dokumen desa menyebutkan bahwa lahan atas nama Yakup lokasinya di situ juga, begitu pun Wahyu, dan ada suratnya,” sebutnya.

Samija mengakui, usai dilantik sebagai Kades yang baru pada 2019, ada warga yang meminta balik nama. Yakni lahan yang semula atas nama Painem menjadi atas nama Yakup.

“Sebelum saya menjabat, sebetulnya dulu juga sudah ada permasalahan dan tidak ada titik temunya. Saat ini yang dipermasalahkan masalah suratnya. Selaku pemberi layanan di tingkat desa, tentu kita saat ini memerlukan data. Jadi, yang bicara bukan mulut, namun berupa data, sehingga nantinya yang bisa memutuskan pihak pengadilan, karena mereka sama-sama memilik surat yang sama-sama ditandatangani Rusi Santoso.

Setelah dilakukan mediasi di Kantor Desa Cindai Alus antar pihak yang bersengketa, dan disaksikan aparat desa, kepolisian dan Koramil setempat, ternyata upaya mediasi yang difasilitasi aparat desa setempat tak menemukan titik terang. Sehingga, semua pihak bersepakat akan menempuh jalur hukum.(zai/klik)

Scroll to Top