klikkalimantan.com, MARTAPURA – Akademisi UIN Antasari Banjarmasin, Prof Dr Ani Cahyadi, M.Pd sebut money politic atau politik uang sudah menjadi penyakit kronis disetiap pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu).
Pernyataan tersebut diungkapkan Ani Cahyadi saat menjadi pemateri di kegiatan Sosialisasi dan Implementasi Peraturan dan Non Peraturan yang diselenggarakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Banjar disalah satu hotel yang ada di Kabupaten Banjar pada, Sabtu (27/5/2023) sekitar pukul 21.00 Wita.
“Hal ini terjadi karena ada perbedaan persepsi antara peserta dan penyelenggaraan Pemilu. Terkadang, peserta Pemilu menyatakan bahwa money politic itu menjadi biaya politik, seperti saat melakukan sosialisasi. Begitu juga Bawaslu, beranggapan selama diluar tahapan tidak masalah. Kalau di dalam tahapan maka melanggar Perbawaslu, dan itu harus ditindak,” ujarnya.
Di tengah menyampaikan materi terkait Peran Bawaslu Dalam Menegakkan Keadilan Pemilu Melalui Sengketa Proses Pemilu. Ani Cahyadi juga mengakui persoalan politik uang memang masih menjadi PR bersama untuk ditanggulangi.
“Hal inilah yang merusak hasil Pemilu, dan Bawaslu selaku wasit Pemilu harus memikirkan bagaimana cara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak Pemilu untuk 5 tahun kedepan jika mereka bersedia menjadi bagian money politic itu sendiri,” ucapnya.
Tak hanya penyelenggara, Ani Cahyadi juga berharap peserta Pemilu dapat menyadari bagaimana masa depan demokrasi jika tetap melegalkan politik uang dalam pesta demokrasi.
“Harus dipikirkan. Kalau kesadaran mereka (Peserta Pemilu) muncul, tentu tidak akan terjadi politik uang, karena selama ini memang dilakukan pembiaran. Disisi lain, masyarakat juga dibiarkan tidak sadar akan nasibnya di 5 tahun mendatang. Kesempatan dalam kesempitan inilah yang menyebabkan politik uang tetap berlangsung,” katanya.
Ditambah, lanjut Ani Cahyadi, masyarakat saat ini merasa seakan tidak ada kehadiran pemerintah. Sebab, masih belum ada pemerataan pembangunan hingga menyentuh ke pelosok desa.
“Sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk melakukan pemerataan pembangunan, agar kehadirannya dapat dirasakan masyarakat. Kedua, ada punishment yang jelas terhadap aparat, utamanya aparat desa yang kebanyakan bertindak tidak adil dalam menyalurkan programnya untuk masyarakat,” bebernya.
Karena itu, Ani Cahyadi berharap Bawaslu dapat lebih meningkatkan pengawasan yang partisipatif dari masyarakat, dan mempunyai solusi untuk mengatasi persoalan di daerah pelosok yang rawan terjadi politik uang sebagai kompensasi atas suaranya.
“Masyarakat di daerah ujung itu, mereka dapat uang dalam satu hari untuk keperluan makan satu hari. Karena mencoblos, tentunya mereka tindak mendapatkan biaya memenuhi kebutuhannya. Disitulah kesempatan masuknya politik uang,” pungkasnya.(zai/klik)