klikkalimantan.com, MARTAPURA – Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (Disperkim LH) Kabupaten Banjar pastikan aktivitas pertambangan batubara di Desa Bawahan Selan, Kecamatan Mataraman legal, bukan illegal mining.
Pernyataan tersebut diungkapkan Kepala Disperkim LH Kabupaten Banjar, Ir Mursal, pasca adanya pemberitaan tentang keberadaan aktivitas pertambangan yang mengancam pemukiman dan bangunan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Bawahan Selan 6 di Jalan Munggu, Kecamatan Mataraman.
“Kegiatan pertambangan batubara tersebut masih di dalam konsesi lahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUPK yang diperoleh CV Perintis Bara Bersaudara (PBB) sejak 30 Januari 2015 lalu, dengan konsesi lahan seluas 1.864 Hektare. Dan eksennya dimulai sekitar tiga tahun lalu,” ujarnya, Kamis (17/11/2022).
Mursal memastikan, Disperkim LH Kabupaten Banjar sudah melaksanakan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan batubara tersebut, termasuk menyurati pemegang IUP dan IUPK agar melaksanakan kegiatan pertambangan sesuai dengan kegiatan pertambangan yang baik dan benar atau Good Mining Practice.
“Jadi harus sesuai dengan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang sudah kita setujui. Cuman, dalam kasus ini kita masih belum dapat melakukan penindakan, karena terkait masalah pertambangan menjadi kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sehingga kemarin kita konsultasikan terlebih dulu ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait kewenangan penindakan terhadap pelanggaran lingkungan pada kegiatan usaha pertambangan,” akunya.
Berdasarkan hasil konsultasi tersebut, papar Mursal, untuk dokumen lingkungan yang masih berlaku dan dikeluarkan Kabupaten/kota masih dapat dilakukan penindakan. Sedangkan untuk dokumen lingkungan yang dikeluarkan kementerian, maka penindakannya menjadi kewenangan kementerian.
“Karena itu kami akan segera melakukan penindakan terhadap CV PBB yang telah melakukan aktivitas pertambangan batubara berdekatan dengan fasilitas publik, seperti pemukiman dan bangunan sekolah, karena dapat membahayakan keberadaan infrastruktur dan masyarakat, agar segera dilakukan pemulihan atau reklamasi,” ucapnya.
Mendampingi Kepala Disperkim LH, Iman Syahrizal selaku Kepala Seksi (Kasi) Pengaduan Penyelesaian Sengketa dan Penegakan Hukum Lingkungan menambahkan, sanksi administrasi tersebut diberikan karena pelaku usaha pertambangan sudah melanggar Undang-undang (UU) Nomor 32/2009 tentang perlindungan pengelolaan lingkungan hidup yang telah disepakati. Yakni aktivitas pertambangan harus berjarak sekitar 100 meter dari kawasan permukiman dan fasilitas publik.
“Hal ini sesuai dengan Keputusan Kementerian ESDM Nomor 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik. Jadi, pemegang IUP dan IUPK dalam melakukan aktivitas pertambangan harus mempertimbangkan jarak aman,” bebernya.
Karena telah terjadi kelalaian akibat kurang cermat dalam melakukan kajian mengejar target produksi, papar Iman Syahrizal, akhirnya hal tersebut terlupakan, dan pelaku usaha harus melakukan tindakan nyata, yakni melakukan reklamasi.
“Kami akan melakukan upaya paksa dengan batas waktu yang masih bisa ditoleransi, yakni sekitar satu bulan reklamasi harus sudah selesai dilakukan. Karena tidak menimbulkan korban baik jiwa dan benda, sehingga sanksi yang diberikan hanya berupa sanksi administrasi,” pungkasnya.(zai/klik)